KPK Panggil Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto

14 Januari 2021 13:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto saat acara Sustainable Aquaculture Seminar 2019 di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto saat acara Sustainable Aquaculture Seminar 2019 di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK memanggil Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto. Ia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.
ADVERTISEMENT
Bersama dengan Slamet, terdapat empat orang lain yang dipanggil sebagai saksi. Mereka ialah Willy selaku Direktur Utama Samudra Bahari Sukses; Miftah Nur Sabri selaku dosen; serta Nini dan Dimas Pratama yang tercatat sebagai swasta.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis (14/1).
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto saat acara Sustainable Aquaculture Seminar 2019 di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mereka diperiksa penyidik KPK untuk melengkapi berkas Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito. Suharjito ialah tersangka pemberi suap dalam kasus ini.
Terkait kasus ini, Suharjito diduga menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Politikus Gerindra itu pun sudah dijerat sebagai tersangka penerima suap. Suap diduga sebagai fee karena Suharjito mendapat izin ekspor benih lobster.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan rompi tahanan ditampilkan dalam konferensi pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam kasus ini, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo (ACK) bila ingin melakukan ekspor. Diduga PT ACK mematok harga Rp 1.800 per benih lobster kepada eksportir.
ADVERTISEMENT
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar mendapatkan izin ekspor. Diduga, ada uang Rp 9,8 miliar yang terkumpul dalam rekening penampungan.
Uang dalam rekening itu diduga ialah untuk keperluan Edhy Prabowo. Salah satunya diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk membeli barang-barang mewah saat lawatan ke Hawaii, Amerika Serikat.