KPK Panggil Eks Plt Sekda DKI Terkait Kasus Mafia Tanah di Munjul Jakarta Timur

5 Agustus 2021 11:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, melantik Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Sri Haryati, di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Rabu (7/10/2020). Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, melantik Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Sri Haryati, di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Rabu (7/10/2020). Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta
ADVERTISEMENT
KPK memanggil mantan Pelaksana Tugas Sekda DKI Jakarta Sri Haryati. Ia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan tanah di Munjul Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Belum diketahui materi pemeriksaan KPK terhadap Sri Haryati. Sri Haryati sebelumnya merupakan Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda DKI yang menjadi pejabat sementara Sekda DKI menggantikan Saefullah yang meninggal dunia akibat corona.
Sri Haryati sempat dipanggil KPK pada akhir Mei lalu. Namun, ia berhalangan hadir karena positif COVID-19. Panggilan kali ini diduga merupakan panggilan ulang.
Bersama dengan Sri Haryati, ada sejumlah saksi lain yang turut dipanggil penyidik KPK. Yakni Ahmad Giffari selaku Kabid Usaha Transportasi, Properti, dan Keuangan Badan Pembinaan BUMD Provinsi DKI Jakarta serta Maulina selaku General Manager KSO Nuansa Cilangkap (Junior Manager sub Divisi Pengembangan Usaha PPSJ periode 2019-Juni 2020).
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (5/8).
ADVERTISEMENT
Para saksi ini akan diperiksa untuk melengkapi berkas perkara kasus pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2019.
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Dalam kasus ini, sudah ada beberapa tersangka yang dijerat dan sudah ditahan KPK, yakni:
Dalam kasus ini, KPK menduga ada kongkalikong dalam pembelian tanah di Munjul Jakarta Timur. Diduga, Sarana Jaya membeli tanah dari PT Adonara Propertindo melawan hukum, karena:
ADVERTISEMENT

Kronologi Perkara

Berawal saat Rudy Hartono Iskandar menawarkan tanah di Munjul ke Sarana Jaya pada Februari 2019. Surat penawaran tanah diajukan atas nama Andyas Geraldo (anak Rudy) dan Anja Runtuwene dengan harga Rp 7,5 juta/m². Padahal, saat itu kepemilikan tanah masih atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Sebulan setelahnya, Anja Runtuwene dan Tommy Adrian atas perintah Rudy baru melakukan penawaran tanah ke Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Kedua pihak sepakat lalu menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m² dengan harga Rp 2,5 juta/m².
Pada saat itu juga, Rudy menyetujui pembayaran uang muka pertama sebesar Rp 5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50% pembelian tanah Munjul Pondok Ranggon sebesar Rp 108,99 miliar. Padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory Corneles Pinontoan dari pihak Sarana Jaya dengan Anja Runtuwene yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Lebih dari 70% tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen. Berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik, harga appraisal tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter.
ADVERTISEMENT
Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja Runtuwene di rekening Bank DKI. Sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp 152,5 miliar yang dinilai sebagai kerugian negara.