news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

KPK: Putusan Praperadilan Nurhadi Ujian Bagi Independensi Hakim

19 Januari 2020 20:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks sekretaris MA (batik cokelat) Nurhadi memenuhi panggilan dalam proses penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro di KPK, Selasa (6/11/2018). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks sekretaris MA (batik cokelat) Nurhadi memenuhi panggilan dalam proses penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro di KPK, Selasa (6/11/2018). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Sidang putusan praperadilan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi akan digelar di PN Jakarta Selatan, Selasa (21/1). Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, putusan praperadilan ini akan menjadi ujian bagi independensi hakim dalam memutuskan perkara.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Nurhadi merupakan mantan petinggi MA yang merupakan lembaga di atas Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Selain itu, menurut KPK, penetapan Nurhadi sebagai tersangka sudah sah di mata hukum.
"Putusan hakim ini akan menjadi ujian independensi bagi peradilan dalam memutus perkara secara adil dan transparan, mengingat pemohon NH (Nurhadi) ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatan sebagai Sekretaris Mahkamah Agung dan kuatnya stigma di masyarakat masih adanya mafia kasus dan mafia peradilan," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (19/1).
"KPK meyakini proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara sah berdasarkan hukum," imbuhnya.
Ali berharap hakim menolak praperadilan yang diajukan oleh Nurhadi bersama dua orang lainnya. Apabila hal itu terjadi, lanjut Ali, kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan akan meningkat.
ADVERTISEMENT
"Harapan publik agar MA dan peradilan di bawahnya dapat menunjukkan komitmen antikorupsi dan citra bersih. Harapannya, para pencari keadilan masih dapat merasakan secara nyata bahwa keadilan dapat ditemukan di ruang-ruang pengadilan," tegasnya.
KPK juga menyampaikan kesimpulan dalam sidang praperadilan tersebut. Berikut kesimpulan KPK sebagai termohon.
Berikut pokok kesimpulan yang disampaikan KPK, yaitu:
1. Termohon berhasil membuktikan bahwa Penyelidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Sekretaris Mahkamah Agung atau yang Mewakilinya Tahun 2013 – 2016 dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan.
Penyelidikan berawal dari adanya hasil analisis transaksi keuangan berindikasi Tipikor dan TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan a.n. Rezky.
Termohon telah berhasil membuktikan bahwa proses penetapan tersangka terhadap diri para pemohon telah sah menurut hukum, dan bukti permulaan yang cukup berjumlah lebih dari 2 (dua) alat bukti diperoleh setelah termohon melakukan serangkaian tindakan dalam tahap penyelidikan di antaranya mengumpulkan data, informasi, dan surat/dokumen sebagai bukti permulaan yang berjumlah lebih dari 2 (dua) alat bukti berupa surat/dokumen, keterangan, dan petunjuk yang bersesuaian satu dengan lainnya serta memiliki kualitas dan kuantitas sebagai bukti permulaan.
ADVERTISEMENT
2. Termohon berhasil membuktikan telah menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada para pemohon dan surat larangan bepergian ke luar negeri kepada para pemohon.
3. Termohon berhasil membuktikan telah melakukan serangkaian tindakan dalam tahap penyidikan di antaranya mengumpulkan bukti-bukti berjumlah lebih dari 2 (dua) alat bukti berupa surat/dokumen, keterangan, dan petunjuk
4. Termohon berhasil membuktikan bahwa Pimpinan termohon periode 2015-2019 masih memiliki kewenangan setelah berlakunya UU No. 19/2019 sampai dengan Pimpinan termohon periode2019-2023 mengucapkan sumpah/janji pada tanggal 20 Desember 2019 sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 112/P Tahun 2019 tentang Pemberhentian dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Keppres No. 112/P Tahun 2019), sebagaimana bunyi diktum ketiga: “Keputusan Presiden ini mulai berlaku sejak saat pengucapan sumpah/janji pejabat sebagaimana dimaksud dalam Diktum kedua Keputusan Presiden ini”.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Nurhadi dijerat kasus suap dan gratifikasi. Untuk kasus suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya, Rezky.
Suap diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA.
Adapun dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu diduga untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.