KPK: Revisi UU Ditambahkan Dikit 'Rumpun Eksekutif', tapi Efeknya Sangat Besar

13 Desember 2023 18:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan KPK Nawawi Pomolango bersiap mengucap sumpah jabatan Ketua KPK di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/11/2023). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan KPK Nawawi Pomolango bersiap mengucap sumpah jabatan Ketua KPK di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/11/2023). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango bicara soal revisi undang-undang KPK. Menurut Nawawi, ada satu pasal yang hanya ditambah frasa sedikit, tetapi berdampak besar.
ADVERTISEMENT
Perubahan tersebut yakni pada Pasal 3 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Bunyinya:
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
"Kita melihat UU 30/2022 dengan 19/2022 itu sangat berbeda meskipun ditambah-tambahin sedikit. Dulu kalau pakai 30/2002 disebut KPK adalah lembaga negara yang tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun," kata Nawawi dalam salah satu acara di peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang digelar di Istora Senayan, Rabu (13/12).
"Di 19/2019 dia hanya tambah kalimat KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Ini ditambahin sedikit tapi efeknya besar," sambungnya.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
Nawawi tidak menjelaskan lebih jauh perubahan besar yang ia maksud tersebut. Dia melanjutkan dalam UU KPK Nomor 30/2002, tugas pencegahan di tempatkan di belakang penindakan, Sementara dalam UU KPK terbaru yakni Nomor 19/2019, tugas pencegahan di taruh di urutan pertama, sementara penindakan di belakang.
ADVERTISEMENT
"Kita mengartikan yang dibutuhkan KPK sekarang ini pencegahan dulu baru penindakan. Seperti itu bahasa yang digunakan," kata dia.
"Jadi kalau teman-teman tetap berharap KPK yang dulu bisa terjemahkan di sini itu tidak bisa hanya diharapkan lagi kemungkinan perubahan perundang-undangan itu," pungkasnya.