KPK Terima Vonis Eni Saragih

11 Maret 2019 19:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
KPK menyatakan menerima vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
ADVERTISEMENT
Eni divonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PTU) Riau-1. Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi miliaran rupiah dari sejumlah pengusaha.
"Kami sudah menentukan sikap bahwa kami menerima putusan Eni," kata jaksa KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/3).
Ronald menjelaskan dalam putusan Eni, majelis hakim telah mengakomodir semua tuntutan penuntut umum. Seperti hukuman yang sudah 2/3 dari tuntutan, adanya pencabutan hak politik, keharusan membayar uang pengganti dan penolakan Justice Collaborator (JC).
"Menerima putusam hakim karena kita menilai putusan itu sudah memenuhi rasa keadilan kita. Semua tuntutan kita diakomodir majelis hakim termasuk fakta-fakta persidangan," ujar Ronald.
ADVERTISEMENT
Eni sendiri menyatakan telah menerima putusan majelis hakim. Pengacara Eni, Fadli Nasution mengatakan, tim kuasa hukum menghormati keputusan Eni tersebut.
Menurut Ronald, apabila penuntut umum dan Eni sudah menyatakan tidak akan melakukan upaya hukum lain, maka putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Jaksa pun segera melakukan eksekusi bila kasusnya inkrah.
"Kalau sudah inkrah, kita eksekusi. Nanti jaksa eksekusi yang melakukan," ucapnya.
Selain dihukum pidana penjara dan denda, Eni juga diharuskan membayar uang pengganti dari uang suap dan gratifikasi yang diterimanya. Eni juga dicabut hak politiknya selama 3 tahun, serta adanya pencabutan hak politik.
Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo menjadi saksi di Sidang kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 di pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Menurut hakim, Eni terbukti menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp 4,75 miliar dalam beberapa tahap. Suap diberikan agar Eni dapat membantu perusahaan Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer PLTU Riau-1.
ADVERTISEMENT
Perbuatan suap Eni dinilai telah memenuhi unsur Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah pengusaha yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII. Eni diketahui telah menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah pengusaha sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu atau setara Rp 419.200.000 (SGD 1 = Rp 10.480).
Eni disebut telah menerima uang dari sejumlah pengusaha minyak dan gas yang jumlahnya Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu.
Beberapa pihak yang memberikan gratifikasi kepada Eni, yakni:
1. Rp 250 juta dari Prihadi Santoso selaku Direktur PT Smelting.
ADVERTISEMENT
2. Rp 100 juta dan SGD 40 ribu dari Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia
3. Rp 5 miliar dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal
4. Rp 250 juta dari Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isarga.
Eni dinilai telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.