KPK Ungkap Celah PPDB: 42,4% Guru Sebut Siswa Tak Penuhi Syarat Tetap Diterima

26 Juni 2024 7:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih banyak lubang dalam pelaksaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Temuan KPK, penerimaan siswa baru itu dihiasi praktik penerimaan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan Tahun 2023, salah satu temuannya adalah gratifikasi di sekolah.
SPI merupakan survei yang dibangun oleh KPK sebagai alat ukur risiko korupsi di instansi publik, termasuk Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah
Temuan KPK, praktik pemberian gratifikasi di dunia pendidikan terjadi bukan hanya saat ada momen, tetapi juga tidak ada momen. Contoh gratifikasi saat ada momen, yakni PPDB.
"Kalau tadi itu 24,6 persen guru yang tahu gitu bahwa ada gratifikasi di PPDB memberikan sesuatu gitu ya imbalan tertentu supaya anak masuk sekolah itu," kata Fungsional Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, Irrene Vara Lovani, dalam perbincangan bertajuk 'Celah Gratifikasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)' di YouTube KPK, dikutip pada Rabu (26/6).
ADVERTISEMENT
"Terus juga ada sekitar 42,4 persen itu guru menyatakan bahwa siswa tidak memenuhi syarat atau ketentuan penerimaan tapi tetap diterima masuk jadi siswa sekolah," sambungnya.
Adapun gratifikasi tanpa momen, yakni 'jajanin' guru. Irrene menyebut, dengan penerapan sistem zonasi saat ini, celah gratifikasi itu semakin menguat.
"Sekarang kan zonasi ya, jadi namanya guru sama siswa itu sekolahnya itu kayak masih dekat gitu loh. Jadi akhirnya pas ketemu di warung atau di minimarket gitu, belanjaannya dibayarin," kata dia.
Pencegahan yang Dicari Celahnya
Irrene mengatakan, PPDB sebenarnya merupakan bentuk pencegahan terhadap korupsi macam gratifikasi. Sebenarnya didesain agar dapat menutup celah transaksional dalam PPDB.
"Orang lebih mudah saat mendaftarkan anaknya di sekolah. Mungkin yang tadinya harus rebutan formulir, atau udah cepat-cepat datang ke sekolah sekarang nggak perlu lagi sekarang udah dimudahkan dengan PPDB sistemnya online," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Impiannya gitu. Tapi kan sistem itu jadi sebuah perbaikan dari sistem yang udah ada sebelumnya, dan itu salah satu cara untuk memberantas juga. Cuma ternyata masih.. di setiap cara PPDB itu selalu orang ngambil celah," sambungnya.
Irrene mencontohkan, misalnya dalam PPBD yakni zonasi, selalu dicari celahnya.
"Caranya itu kadang-kadang nggak datang ke sekolahnya juga, misalnya mereka jadi manipulasi alamat gitu kan, jadi nggak hanya Dinas Pendidikan juga, dalam tanda kutip ada oknum di situ. Tapi ketika ada orang yang pengin pindah KK terus cuma mau mendapatkan zonasi yang ada sekolah favoritnya itu kan jadi masalah juga," kata dia.
"Ada juga soalnya yang dapat cerita sistem PPDB-nya mereka masuk ke sistem PPDB di situ. Jadi dia langsung menyusup gitu ya, menyusup di sistem. Pokoknya untuk alasan demi kebahagiaan anak," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Pencegahan
Henny Kusumaningrum yang bertugas sebagai fungsional Direktorat Gratifikasi di KPK membeberkan upaya pencegahan yang dilakukan terkait dengan korupsi di PPDB. KPK, menurutnya, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 7 tahun 2024.
"Isinya adalah tentang pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi di momen PPDB," kata dia di forum yang sama.
"Intinya pada surat edaran itu, kami mengimbau untuk para pendidik, tenaga pendidik, dan juga para kedinasan untuk tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun dalam konteks apa pun," sambungnya.
Kemudian, KPK juga mengajak para orang tua wali murid, jangan juga memberikan gratifikasi. Jika pihak sekolah tidak mau menerima, orang tua murid juga jangan memaksakan.
ADVERTISEMENT
KPK juga meminta inspektorat dan juga kepala daerah untuk turut mengawasi jalannya PPDB di daerah masing-masing.
"Sekolah sudah memasang banner atau flyer jangan menerima gratifikasi, kadang yang lebih kreatif malah orang tua muridnya, tahu-tahu di rumah, tahu-tahu disamperin. Jadi memang ketika dilarang, kadang cara lain itu lebih liar lagi," pungkasnya.