KPU Bicara Penyederhanaan Surat Suara di Pemilu Serentak 2024

10 Juni 2021 13:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
ADVERTISEMENT
Pemilu Serentak 2024 masih tiga tahun lagi, namun pembahasan dan persiapannya sudah dimulai dari sekarang. Salah satu hal yang dibahas dalam rangka mempersiapkan Pemilu Serentak 2024 adalah penyederhanaan surat suara.
ADVERTISEMENT
Pemilu yang digelar dalam satu hari seperti 2019, membuat pemilih harus memilih calon dalam 5 surat suara berbeda. Merepotkan, selain karena Pileg calonnya banyak, juga ukuran kertas suara yang besar.
Anggota KPU Viryan Aziz mengungkapkan, sebetulnya penyederhanaan surat suara sudah dibahas sejak Pemilu 2009. Saat itu, muncul usulan agar pemberian surat suara tidak dicoblos, melainkan ditandai.
"Namun dianggap cukup bermasalah. Apakah keliru saat itu? Di tingkat regulasi tidak, teknis tidak, namun persoalannya waktu singkat untuk sosialisasi. Hal baik di 2009 enggak bisa jadi efektif karena waktu perubahan sangat singkat. Sosialisasi yang dilakukan tidak secara merata dan tidak menghasilkan kemudahan," kata Viryan dalam diskusi secara virtual, Kamis (10/6).
Viryan mengungkapkan setidaknya ada tiga prinsip terkait penggunaan surat suara yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Yang pertama adalah surat suara harus memudahkan, kemudian surat suara harus menjamin proses akurasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara.
Komisioner KPU, Viryan Aziz, memenuhi panggilan KPK, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Yang ketiga, harus menjamin prinsip efisiensi. Tapi lagi-lagi maka yang harus dikedepankan ada prinsip efektifitas. Pada konteks surat suara melingkupi keadilan surat suara bagi peserta pemilu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Namun jika berdasarkan survei dan data lapangan, sebagian besar masyarakat menyatakan surat suara yang dipakai pada Pemilu Serentak 2019 membuat mereka kesulitan. Berkaca dari data tersebut, dapat disimpulkan prinsip pemberian suara yang sederhana masih belum terwujud
Viryan mengatakan, hingga saat ini belum ada desain alternatif surat suara yang dinilai sederhana. Jika ingin menyederhanakan surat suara, tiga hal yang mesti diperhatikan adalah harus menjamin keadilan bagi peserta pemilu, kemudahan bagi pemilih, dan konsisten dengan regulasi.
Ilustrasi Surat Suara Foto: Antara/Darwin Fatir
"Dalam regulasi sudah diatur di Pasal 342 terkait dengan surat suara untuk pilpres, DPR dan DPRD, dan DPD. Maka reformulasi harus menjamin ketentuan di Pasal 342 terpenuhi," ungkapnya.
Salah satu alternatif penyederhanaan surat suara yang tengah dipikirkan adalah dengan menulis angka. Viryan mengatakan, memberikan suara dengan menulis angka akan lebih memudahkan, khususnya bagi mereka yang buta huruf.
ADVERTISEMENT
"Jadi misalnya ini surat suara, ada kolom kosong, jadi kolomnya ada untuk pilpres terus tulis [mau pilih] nomor berapa. Untuk DPR RI ada kolom-kolom memilih partai nomor berapa dan calon nomor berapa. Jadi bermain di angka. Kalau huruf ada persoalan dengan tingkat baca, tapi kalau angka siapa yang enggak kenal dengan uang? Jadi sudah sangat lazim," jelasnya lagi.
Jika hal itu bisa dilakukan, maka kertas surat suara yang tadinya bisa sampai lima lembar dapat berubah menjadi tiga lembar. Namun jika ingin diubah seperti itu, regulasinya juga harus diubah.
"Dalam UU diatur pemberian suara dengan cara mencoblos. Kalau dengan cara lain, UU harus disesuaikan. Pintunya bisa Perppu, judicial review, dan perubahan terbatas UU," pungkasnya.
ADVERTISEMENT