Kritikan Pemberian Grasi Jokowi kepada Koruptor Annas Maamun

9 Desember 2019 5:20 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam Kongres II Projo di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (7/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam Kongres II Projo di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (7/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks Gubernur Riau, Annas Maamun, mendapat 'berkah' karena menerima grasi (pengurangan hukuman) dari Presiden Joko Widodo. Koruptor alih fungsi hutan Riau itu dipotong setahun dari tujuh tahun menjadi enam tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Annas kini masih menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Annas yang seharusnya bebas pada 3 Oktober 2021, akan lepas dari jeratan jeruji besi pada 3 Oktober 2020.
Keputusan Jokowi untuk memberikan grasi ke koruptor dikecam sejumlah pihak. Annas dinilai tak pantas mendapat pengurangan hukuman karena berstatus maling uang negara.
Mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Foto: Antara
Kritikan dari Indonesian Corruption Watch (ICW) misalnya. ICW menganggap keputusan Jokowi yang menyunat hukuman Annas semakin mempertegas bahwa orang nomor satu di RI itu memang tak berkomitmen soal antikorupsi.
"Sikap dari Presiden Joko Widodo ini mesti dimaklumi, karena sedari awal Presiden memang sama sekali tidak memiliki komitmen antikorupsi yang jelas. Jadi jika selama ini publik mendengar narasi anti korupsi yang diucapkan oleh Presiden itu hanya omong kosong belaka," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
ADVERTISEMENT
"Keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan, sebab bagaimanapun kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime, untuk itu pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," sambungnya.
Presiden Jokowi sudah menjelaskan mengapa ia bisa memberikan grasi untuk Annas. Jokowi menegaskan keputusan itu sudah berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung dan Menkopolhukam, Mahfud MD.
"Kenapa itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua, dari Menkopolhukam juga seperti itu. Yang ketiga, memang dari sisi kemanusiaan, memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus," kata Jokowi.
"Dari kacamata kemanusiaan itu diberikan. Tapi sekali lagi atas pertimbangan MA dan itu adalah hak yang diberikan kepada presiden dan UUD," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, ucapan Jokowi membuat Politikus PKS, Bukhori Yusuf, heran. Sebab, kalau alasannya karena usia, ada ribuan napi di Indonesia yang umurnya juga sudah lanjut.
"Sebenarnya kalau logikanya (pemberian grasi) alasannya usia, ada terlalu banyak, ada 4.408 lansia di lapas di Indonesia," kata Bukhori.
"Ini saya kira suatu yang bisa saja bersifat subjektif, ada nilai kebenarannya bisa saja (sakit dan sebagainya). Cuma logika yang dibangun berikan grasi ke Annas Maamun yang saya permasalahkan, bukan pada person," kata Bukhori.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengaku kaget dengan pernyataan Jokowi tersebut. Namun, KPK tetap akan mempelajari surat yang dikirimkan Jokowi ke Kemenkumham itu.
"Kami cukup kaget ketika mendengar informasi pemberian grasi terhadap Annas Maamun yang justru terlibat dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK," kata Febri.
ADVERTISEMENT
"Bahkan kasus korupsi yang dilakukan yang bersangkutan terkait dengan sektor kehutanan, yaitu suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu," sambung dia.
Febri menyebut penanganan perkara terhadap terdakwa Annas telah melewati proses yang cukup kompleks dan membutuhkan waktu yang lama. Annas terjerat OTT pada 25 September 2014. Kasusnya inkrah di level MA pada 4 Februari 2016.
Padahal, urusan rasuah Annas bukan hanya perkara hutan dan sawit. Hingga kini, Annas masih terlibat kasus lain yang sedang berjalan. Ia masih berstatus sebagai tersangka sejak Februari 2015.
Kasus tersebut adalah dugaan suap terkait RAPBD Perubahan Tahun 2014 dan RAPBD Tambahan Tahun 2015 di Provinsi Riau. Ia diduga menyuap sejumlah anggota DPRD Provinsi Riau dalam perkara itu.
ADVERTISEMENT
"Penyidikannya sudah hampir selesai. Tadi saya cek ke tim, telah dilakukan pelimpahan perkara tahap 1 dari Penyidik ke Penuntut Umum," kata Febri.
Terkait Annas, ia sebelumnya terjerat beberapa kasus di KPK. Ia didakwa terkait 3 kasus yang berbeda.
Pertama, menerima suap USD 166,100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut. Pemberian diduga terkait kepentingan memasukkan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 Hektar di 3 Kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
Mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Foto: (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Kedua, menerima suap Rp 500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung. Pemberian terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.
Ketiga, menerima suap Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta. Pemberian uang terkait kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT. Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau. Ia dijanjikan uang Rp 8 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk sangkaan ketiga hakim menilai Annas tak terbukti. Annas dihukum 6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri. Namun hukumannya diperberat MA jadi 7 tahun penjara.
Adanya grasi dari Jokowi, membuat hukuman Annas pun kembali menjadi 6 tahun penjara.
Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan, Ade Kusmanto, menyebut ada beberapa pertimbangan pemberian grasi kepada Annas. Salah satunya karena kondisi kesehatan.
Annas sudah berusia 78 tahun. Kondisi kesehatannya pun sudah menurun. Ia juga mengidap beberapa penyakit. Termasuk sesak nafas yang membuatnya harus menggunakan alat bantu oksigen setiap hari.