Kronologi Aturan Larangan Media Tayangkan Polisi Arogan Hingga Akhirnya Dicabut
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah satu poin telegram tersebut, meminta media dilarang menayangkan atau menampilkan aksi kekerasan saat polisi melakukan penindakan terhadap tindak pidana.
Namun baru sehari dikeluarkan, muncul sejumlah pendapat dan kritik terkait 11 poin larangan yang ada di dalam telegram tersebut. Hingga pada Selasa (6/4) sore, telegram tersebut akhirnya dicabut.
Belum diketahui alasan Polri mencabut telegram tersebut, padahal isi perintah di dalamnya hanya berlaku untuk media internal Polri.
Berikut kronologi keluarnya telegram terkait pemberitaan media mengenai polisi arogan hingga akhirnya dicabut pada hari ini;
5 April 2021
Telegram Dikeluarkan
Mabes Polri mengeluarkan surat telegram terkait aturan fungsi humas di wilayah. Aturan itu dikeluarkan langsung oleh Divisi Humas Polri sebagai bidang tertinggi di kepolisian untuk Humas.
ADVERTISEMENT
Surat telegram tersebut tertuang dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang diteken langsung Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Senin (5/4).
Berikut isi telegram tersebut;
ADVERTISEMENT
6 April 2021
Hanya Untuk Media Internal Polri
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, telegram ditujukan untuk bagian Humas Polri. Alasan Polri mengeluarkan telegram itu, untuk menunjukkan kinerja Polri yang semakin baik dan humanis.
“Iya, tujuannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik, humanis dan profesional,” kata Ahmad Ramadhan kepada kumparan, Selasa (6/4).
Belakangan, Ramadhan memberi penjelasan lebih soal aturan ini. Dia menyebut, aturan ini ditujukan untuk media internal Polri. Bukan untuk media massa umum di luar Polri.
“Ini ditujukan untuk internal bukan untuk media (umum),” tambah dia.
“Artinya media yang dimaksud pun media internal,” ucap dia.
Diteken Kadiv Humas, Ditembuskan ke Kapolri
Dalam telegram tersebut, tertulis aturan ini dari Kapolri yang ditujukan kepada seluruh Kapolda dan Kabid Humas seluruh Polda di Indoensia.
ADVERTISEMENT
Setelah penjelasan atas aturan itu, terdapat nama Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono sebagai pejabat yang menandatangani aturan dan mengatasnamakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Selain itu tampak ada stempel Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang agak berbeda, surat berisi aturan dari Kapolri ditembuskan lagi ke Kapolri, juga ke Wakapolri dan para Kapolda.
Tuai Kritikan
Keluarnya telegram tersebut rupanya menimbulkan opini publik. Sejumlah pihak memberikan pendapatnya mengenai beberapa poin larangan yang tercantum dalam telegram itu.
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, sangat dimungkinkan telegram berisi larangan menampilkan arogansi polisi tersebut diterapkan pada media di luar Polri. Karena Humas Polri selalu berkaitan dan berhubungan dengan media.
"Itu sangat mungkin dikenakan ke media massa. Sebab humas kan berelasi dengan media massa," ujar Feri saat dihubungi kumparan, Selasa (6/4).
ADVERTISEMENT
Ia menganggap bentuk telegram seperti itu sangat tidak demokratis. Sebagai institusi negara, Polri seharusnya memberikan informasi yang terbuka dan transparan kepada publik.
"Menurutku sangat tidak demokratis, kepolisian modern itu sangat terbuka. Sebagai manusia, polisi juga punya kelemahan manusiawi. Dan semakin terbuka kian membuat polisi profesional," jelas Feri.\
Feri juga menilai ada yang kurang tepat dari tata administrasi dalam penerbitan telegram itu. Aturan yang dibuat Kapolri tak seharusnya ditembuskan lagi ke Kapolri.
"Teknis administrasinya itu telegram Kapolri. Tugas humas menyebarluaskannya saja. Jika ditembuskan ke Kapolri berarti bukan telegram Kapolri dong," ujar Feri.
Polri Cabut Telegram
Mabes Polri merespons cepat surat telegram untuk Humas Polri di seluruh daerah yang berisi larangan menayangkan polisi arogan dan proses hukum kejahatan.
ADVERTISEMENT
Surat telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang diteken langsung Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Senin (5/4) akhirnya dibatalkan.
Hal itu dibenarkan Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan.
“Iya benar (dibatalkan),” kata Ahmad kepada kumparan, Selasa (6/4). Belum diketahui alasan dari pembatalan tersebut.
Pembatalan telegram tersebut tertuang pada telegram baru bernomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 yang juga diteken Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
Berikut bunyi telegram pembatalan tersebut:
Sehubungan dengan referensi di atas kemudian disampaikan kepada kasatwil bahwa ST Kapolri sebagaimana nomor empat di atas dinyatakan dicabut atau dibatalkan.