KSP: Mayoritas Pelaku Kekerasan di Papua Adalah KKB

6 Mei 2021 17:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak menonton helikopter militer Indonesia Mi17 di bandara Erwer di Agats, kabupaten Asmat, di Papua. Foto: Bay Ismoyo/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak menonton helikopter militer Indonesia Mi17 di bandara Erwer di Agats, kabupaten Asmat, di Papua. Foto: Bay Ismoyo/AFP
ADVERTISEMENT
Papua akhir-akhir ini diperbincangkan publik karena aksi teror yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menewaskan warga sipil mulai dari murid sekolah, guru, tukang ojek, hingga Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.
ADVERTISEMENT
Deputi V KSP Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan, permasalahan di Papua harus diselesaikan secara kolaboratif. Ia lalu memaparkan data kekerasan di Papua berdasarkan temuan Gugus Tugas Papua UGM.
"Kita tahu bahwa di tanah Papua persoalan-persoalan bukan hanya soal kesejahteraan saja tetapi juga kekerasan," kata Jaleswari dalam Webinar Indonesia Public Institute (IPI) Bertajuk 'Memahami Papua Serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaboratif & Holistik', Kamis (6/5).
Tiga orang murid tanpa menggunakan masker membaca buku di dalam kelas di SD Al Maarif 1 Kampung Maibo, Kabupaten Sorong, Papua Barat, Sabtu (6/3/2021). Foto: Olha Mulalinda/ANTARA FOTO
Jaleswari mengungkapkan, sejak awal 2010 hingga April 2021, ada setidaknya 299 kasus yang mengakibatkan 395 orang tewas dan 1.579 orang terluka akibat tembakan, panah, atau bacokan senjata tajam.
"Saya ingin menyampaikan mayoritas pelaku kasus tindak kekerasan adalah KKB. Mereka melakukan 188 dari 299 tindak kekerasan yang terdata," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara kekerasan yang dilakukan TNI hanya sedikit, yakni sebanyak 19 tindakan. Sisanya dilakukan oleh warga sebanyak 65 kasus, orang tak dikenal 14 kasus, dan polisi 13 kasus.
Dari 395 korban tewas, 70 persen korban merupakan warga sipil dan sisanya Polri, TNI, dan KKB.
Jaleswari juga menyebut jumlah korban tewas dan terluka bisa jadi lebih banyak dari angka UGM. Terutama karena tidak semua bisa tercatat dan diberitakan di media massa.
"Juga terdapat sangat banyak korban meninggal dunia atau sakit parah di tempat pengungsian," pungkasnya.