Kuasa Hukum Sebut Kasus Kekerasan Seksual yang Menyeret IM Rekayasa

26 Juli 2024 12:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Advokat di Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Meila Nurul Fajriah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik setelah menangani kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan alumnus UII berinisial IM pada 2020 silam.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum IM, Abdul Hamid, mengatakan kliennya melaporkan Meila untuk pulihkan nama baik. Selain itu, Hamid menduga citra IM sengaja dijatuhkan.
"Bahwa kami yakin ini rekayasa, korban (dugaan kekerasan seksual) itu rekayasa. Satu atau dua yang mereka sebut korban itu menghubungi IM, bukti chattingnya ada, dia menyatakan semua itu rekayasa oleh UII Bergerak dan LBH," kata Hamid melalui sambungan telepon, Jumat (26/7).
"Jadi sentimen pribadi, ujaran kebencian, dan untuk menghancurkan nama baik orang," bebernya.
IM sendiri memang cukup populer di media sosial. Kasus ini, kata Hamid, juga berdampak pada kehidupan IM.
"Kita ini sampai mangkel (jengkel) karena IM tidak bisa apa-apa. Mau nikah nggak bisa, mau jadi dosen ditolak, mau beasiswa ke mana-mana ditolak, aktivitas ditolak. Semua nggak bisa. Cemar dia sudah. Itu dari sisi kenapa Meila ditetapkan tersangka," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Hamid mengatakan dasar untuk melaporkan Meila adalah konferensi pers yang dilakukan oleh Meila pada 2020. Pada saat itu Meila dengan terang dan jelas dia menyatakan menyebut nama IM pelaku predator kejahatan seksual.
"Dan (Meila) menyatakan korbannya ada lebih dari 30 penyintas. Jadi penggiringan opini yang dilakukan oleh Meila pada saat itu IM masih di Melbourne. Ada di Australia," katanya.
Dijelaskan waktu dan tempat kejadian yang disebutkan Meila dalam konferensi pers menurut Hamid tak sinkron.
"Itu kan konferensi pers sudah menuduh tanpa ada laporan polisi, apalagi menyebut nama, bukan inisial itu saja sudah jelas tidak dibolehkan," bebernya.
Sementara itu, Hamid mengatakan sampai detik ini, Meila tak memiliki surat kuasa dari yang diduga korban. Menurutnya Meila tak memiliki dasar hukum untuk menyebut IM sebagai pelaku pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak ada surat kuasa berarti tidak ada korbannya. Kalau surat kuasa tidak ada, korban tidak ada berarti tidak ada laporan polisi," katanya.
Dengan ketiadaan surat kuasa, menurut Hamid tak ada hak imunitas bagi Meila.
Sebelumnya, terkait penetapan tersangka ini, Meila memberikan penjelasan ke wartawan. Dia menyebut menjadi tersangka atas laporan IM.
"Dia melaporkan saya dan rekan-rekan LBH Yogyakarta atas dugaan pencemaran nama baik," ungkap Meila kepada, Selasa (23/7).
Meila menyampaikan kasus advokasi dugaan pelecehan seksual itu di kepolisian masuk dalam tahap penyelidikan.
Namun, pada 2023, kata Meila, Polda DIY menghubungi untuk menyampaikan bahwa IM melaporkan penyidik Polda DIY ke Propam Polri. Kasus IM sendiri, kata Meila, di polisi tak berlanjut.
ADVERTISEMENT
Meila tak merinci alasan kasus itu tak berlanjut.
Pada Mei 2024, lanjut Meila, Polda DIY menghubungi dan menyampaikan bahwa ada permintaan dari IM untuk melanjutkan investigasi dugaan pencemaran nama baik dan menuntut pemulihan nama baik.
"Kasus ini kemudian naik dan saya ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Juni 2024," ungkap Meila.