Kurangi Risiko, Cek Komorbid Sebelum Divaksin Corona

7 April 2021 7:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang wanita bersiap untuk menerima suntikan vaksin corona Sinovac, selama program vaksinasi massal di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita bersiap untuk menerima suntikan vaksin corona Sinovac, selama program vaksinasi massal di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Program vaksinasi corona di Indonesia terus berjalan demi mencapai herd immunity. Sejauh ini, sudah 8,9 juta orang telah divaksin corona dari target 181,5 juta penduduk.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menjamin vaksinasi corona gratis. Namun, masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin terlebih dahulu harus jujur mengenai kesehatannya, terutama memiliki penyakit penyerta/komorbid atau tidak.
Jangan sampai, kejadian tak diinginkan terjadi karena penderita komorbid tak jujur kepada vaksinator.
"Kan kita sudah sampaikan di kriteria vaksinasi, skrining untuk vaksinasi. Jadi ada beberapa pertanyaan yang sudah dijawab. Nah, ini tentunya harus ada kejujuran dari orang atas menjawab pertanyaan," kata juru bicara Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi.
"Nah, pada penyakit-penyakit tertentu seperti jantung, kanker, gangguan pembekuan darah, berikan surat kelayakan menerima vaksin dari dokter yang selama ini merawatnya," imbuhnya.
Jubir vaksinasi perwakilan Kemenkes, dr. Siti Nadia. Foto: Satgas COVID-19
Nadia menyatakan, apabila ada masyarakat yang tidak jujur mengenai kesehatannya saat vaksinasi, risiko efek samping ditanggung sendiri.
ADVERTISEMENT
"Ya itu risiko yang ditanggung mereka kalau nanti terjadi efek samping. Kan kita sudah mengimbau," kata Nadia.
Meski Kemenkes telah menyampaikan imbauan, masih terdapat kasus warga yang mengalami kejadian pascavaksinasi, bahkan sampai meninggal dunia.
Petugas kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin corona Sinovac selama program vaksinasi massal di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS

Pria 50 Tahun di Sulsel Meninggal Usai Divaksin karena Tak Tahu Punya Komorbid

Seperti yang terjadi di Sulsel. Seorang pria 50 tahun, Sulaiman Daeng Tika, warga Kabupaten Takalar, meninggal usai divaksin Sinovac. Setelah diselidiki, Komda KIPI Sulsel, memastikan penyebab Sulaiman meninggal karena stroke, bukan vaksinasi COVID-19 menggunakan Sinovac.
Dokter KIPI Sulsel, dr Martira, mengatakan Sulaiman meninggal dunia diduga karena mengalami stroke hemoragik atau non hemoragik.
Stroke hemoragik dipicu dari tekanan darah tinggi dan trauma. Sedangkan stroke non-hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah otak.
ADVERTISEMENT
Dua jenis stroke itu dipicu kelebihan berat badan, kolesterol tinggi, kebiasaan merokok hingga riwayat penyakit turunan dari keluarga.
Martira menduga Sulaiman juga tidak mengetahui sakit yang dideritanya lantaran tidak pernah medical check up selama ini ke dokter.
Alhasil, ketika screening sebelum vaksin, Sulaiman mengaku tidak memiliki penyakit bawaan. Saat di-screening, kata Martira, tekanan darah Sulaiman masih dalam kategori normal.
Seorang pekerja bekerja di fasilitas pengemasan pembuat vaksin Sinovac Biotech. Foto: Thomas Peter/REUTERS
"Penyebab stroke, bisa karena kolesterol atau trigliserida tinggi, kencing manis dan hipertensi atau hipertensi," kata dr Martira.
Kendati demikian, lanjut Martira, berdasarkan investigasi dan keterangan dari keluarga, Sulaiman selama ini tidak memiliki riwayat penyakit. Bahkan Sulaiman tidak memiliki jejak medis pernah melakukan perawatan di Puskesmas ataupun di rumah sakit sekitar.
Namun, dr Martira menduga dari diagnosis sementara, Sulaiman kemungkinan mempunyai penyakit yang tidak diketahui bahkan dikeluhkan. Apalagi, selama ini Sulaiman tidak pernah melakukan check up atau pemeriksaan kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Almarhum ini, tidak ada riwayat sakit dari laporan. Tapi, bisa saja ada, tapi tak pernah terdeteksi karena tak ada keluhan, medical check up kesehatan juga tak pernah. Dan saat kejadian, belum sempat dilakukan pemeriksaan penunjang," jelasnya.
Sanksi pelanggar protokol kesehatan COVID-19 di Tangerang Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan

Kasus Meninggalnya Satpam SMP di Tangsel

Kejadian meninggalnya seorang warga usai divaksin terjadi pula di Tangerang Selatan. Seorang satpam yang bekerja di SMPN 11 Tangsel, Sarmili (45), meninggal dunia pada 29 Maret.
Ita Maryani (41), istri Sarmili, mengatakan suaminya itu meninggal saat dirawat di RSUD Tangerang Selatan (Tangsel).
"Dia enggak pernah sakit sampai parah begitu, paling masuk angin biasa terus minum obat warung aja. Kemarin waktu habis vaksin di sekolah, dia memang meriang beberapa hari, mungkin dia enggak terlalu dirasakan, tetap berangkat kerja," ujar Ita di rumahnya di Serpong.
ADVERTISEMENT
Ita mengatakan, di bagian belakang tubuh suaminya yaitu di punggung, terdapat bercak seperti lebam berwarna hitam. Ita tak paham karena apa penyebabnya. Dia hanya menduga suaminya mengalami penyakit dalam.
Ita heran suaminya bisa sakit hingga meninggal dunia. Padahal selama ini, kata dia, suaminya tidak pernah merasakan sakit parah. Ita menuturkan, suaminya mendapat suntikan vaksin dosis pertama pada 3 Maret 2021 di sekolah tempatnya bekerja.
Kemudian sekitar sepekan setelah divaksinasi, Sarmili demam. Panas dingin Sarmili terus berlanjut hingga akhirnya dibawa ke sebuah klinik swasta di daerah Serpong.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
Ita tak menjelaskan secara detail tanggal suaminya menjalani perawatan. Namun usai dibawa ke klinik di Serpong dan diberi alat bantu napas, Sarmili pulang ke rumah.
ADVERTISEMENT
Sarmili tidak menjalani vaksinasi dosis kedua yang sedianya dilakukan pada 17 Maret 2021 karena kondisi tubuhnya yang sakit.
Keesokan harinya, kondisi Sarmili tak kunjung membaik. Keluarga kemudian membawanya ke salah satu rumah sakit swasta.
"Di klinik diswab dulu, hasilnya negatif. Terus pulang, tapi nggak membaik. Akhirnya dibawa lagi ke Rumah Sakit Medika, di sana diswab lagi, hasilnya negatif juga. Tapi karena alat bantu napasnya kurang, akhirnya kita dapat info di Puskesmas Rawa Buntu lengkap alat bantu napasnya, akhirnya kita bawa ke Puskesmas," kata Ita.
Ita menjelaskan, Sarmili tak lama dirawat di Puskesmas Rawa Buntu lantaran petugas medis merujuknya kembali ke RSUD Tangsel. Setibanya di RSUD Tangsel, Sarmili kembali diswab, lagi-lagi hasilnya negatif. Ita menyebut, ketika itu petugas medis telah berupaya maksimal memberi penanganan.
ADVERTISEMENT
"Kalau swab memang beberapa kali hasilnya negatif semua. Waktu di RSU itu, dia kondisinya makin sulit bernapas. Minum saja sudah enggak bisa, keluar lagi. Saya lihat kondisinya juga sedih, susah bernapas. Katanya kadar oksigen dalam tubuhnya itu sudah anjlok drastis," tutur Ita.
SMPN 11 Tangerang Selatan. Foto: Dok. Istimewa
Sarmili dirawat di RSUD Tangsel hingga Senin (29/3). Selepas waktu magrib, Sarmili mengembuskan napas terakhir.
Ketika itu pihak keluarga sedang berencana membawa pulang Sarmili untuk menjalani perawatan di rumah karena Ita menduga ada pembengkakan jantung yang dialami suaminya.
Adapun Humas SMPN 11 Tangerang Selatan, Salim, mengatakan sebelum disuntik vaksin dosis pertama pada 3 Maret, Sarmili memang sudah mengeluhkan panas dingin.
"Beberapa hari sebelum vaksin, dia sudah enggak enak badan ternyata. Itu saja intinya, yang jelas ada beberapa teman yang saya tanya dan menceritakan langsung karena vaksinnya berbarengan, beberapa hari sebelumnya itu dia sudah enggak enak badan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kadinkes Tangsel Allin Hendalin Mahdaniar sudah mengecek soal kabar meninggalnya Sarmili.
"Jadi pasien ini baru vaksin 1 (dosis), belum terbentuk antibodi sempurna, kemudian terkena COVID-19 disertai komorbid yang membuat pasien meninggal," ujar Allin kepada kumparan.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin corona Sinovac selama program vaksinasi massal di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Allin mengatakan Sarmili terpapar COVID-19 usai divaksinasi dosis pertama. Sarmili juga diketahui punya penyakit penyerta (komorbid). Meski demikian, Allin tak menyebut apa penyakit penyertanya.
"Vaksin tanggal 3 Maret. Swab tanggal 28 (Maret) saat masuk RSU (Tangsel). Keluar (swab) hasil tanggal 29 (Maret). Keterangan RSU, hasil swab positif," ujar Allin.
ADVERTISEMENT
Allin menegaskan meski sudah divaksinasi, antibodi belum sepenuhnya terbentuk. Dia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap taat protokol kesehatan meski sudah divaksin.
Lebih lanjut, Allin memastikan screening kesehatan sebelum penyuntikan vaksin, sudah dilakukan dengan ketat. Vaksinator juga sudah menanyakan ada tidaknya komorbid terhadap pasien.
ADVERTISEMENT