LAB 45: Potensi Pertahanan RI di Atas Israel, di Bawah Turki

5 Oktober 2021 21:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat tempur Sukhoi SU-27/30 "Bajra Flight"  terbang di atas Istana Merdeka saat Upacara Peringatan HUT TNI ke-76 di Jakarta, Selasa (5/10/2021).  Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat tempur Sukhoi SU-27/30 "Bajra Flight" terbang di atas Istana Merdeka saat Upacara Peringatan HUT TNI ke-76 di Jakarta, Selasa (5/10/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA
ADVERTISEMENT
Tim Analis LAB 45 mengeluarkan hasil penelitian mengenai Indonesia dalam pusaran dinamika persenjataan global. Hasil ini lalu dipresentasikan melalui webinar yang digelar pada Selasa (5/10) atau bertepatan di HUT ke-76 TNI.
ADVERTISEMENT
Di kesempatan ini, salah satu tim peneliti LAB 45 Curie Maharani menyebut, jika potensi pertahanan Indonesia cukup baik. Bahkan, kata dia, di atas Israel.
"Jadi kalau kita melakukan visualisasi seperti ini untuk menggambarkan trianggulasi determinan dalam dinamika persenjataan kami mencermati sebenarnya Indonesia memiliki potensi pertahanan di atas Israel namun sedikit di bawah Turki," kata Curie, Selasa (5/10).
Indonesia dan Dinamika Persenjataan-Alutsista Global. Foto: Dok. LAB45
Curie mengatakan, apabila Indonesia berkeinginan menuju modernisasi persenjataan atau bahkan bisa ke tahap peningkatkan, maka dibutuhkan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan.
"Jadi apabila Indonesia berkeinginan untuk keluar dari prospek pemeliharaan senjata menuju modernisasi atau bahkan ke peningkatan persenjataan maka dibutuhkan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan," ujarnya.
Indonesia dan Dinamika Persenjataan-Alutsista Global. Foto: Dok. LAB45
Terkait hal ini, Curie mengatakan, pemerintah memang pernah mempertimbangkan menaikkan anggaran pertahanan sampai 1,5 persen. Namun, hal itu tak terjadi karena kondisi ekonomi Indonesia memang tak mendukung,
ADVERTISEMENT
"Mengacu pada determinan ekonomi pertahanan, peningkatan belanja pertahanan dianggap sebagai faktor pengubah atau key modifier dalam mempengaruhi dinamika persenjataan. Memang untuk konteks Indonesia, pemerintah pernah mempertimbangkan menaikkan anggaran pertahanan sampai 1,5 persen dengan prasyarat pertumbuhan ekonomi 7 persen," ungkapnya.
"Ini tidak pernah terjadi ya karena memang kondisi ekonomi tidak mendukung. Tapi dengan adanya data-data seperti ini kita bisa melihat bahwa apabila pemerintah mau mempertahankan level anggaran pertahanan pada saat ini bisa dipastikan Indonesia akan sulit keluar dari kategori pemeliharaan senjata," tambahnya.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kiri) meninjau alutsista yang dipamerkan saat HUT TNI ke-76 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/10/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Sebelumnya, Koordinator Utama LAB 45 Andi Widjajanto juga sempat menyinggung ekonomi pertahanan Indonesia yang masih tergolong rendah.
Menurut dia, hal ini berbeda dengan beberapa negara lainnya yang mengeluarkan anggaran sangat tinggi di bidang pertahanan.
ADVERTISEMENT
"Negara-negara dengan persentase anggaran/belanja pertahanan per PDB terbesar adalah Israel, Amerika Serikat, dan Arab Saudi. Pola sebaliknya ditemukan pada Afrika Selatan dan Filipina. Amerika Serikat dan Israel merupakan negara yang paling tinggi anggaran risetnya di bidang pertahanan. Kecuali Singapura, negara-negara Asia Tenggara cenderung tidak memprioritaskan anggaran untuk tujuan tersebut," ujar Andi dalam keterangannya, Senin (4/10).
"Angka Indonesia tergolong rendah pada semua indikator terkait ekonomi pertahanan," kata dia.