Laode Syarif: Djoko Tjandra Permainkan Hukum RI, Sangat Tak Layak Dapat Remisi

22 Agustus 2021 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan KPK Laode M Syarif saat dialog publik dengan topik “Jangan Biarkan Lilin Perjuangan Pemberantasan Korupsi Padam” di Gedung KPK C1, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan KPK Laode M Syarif saat dialog publik dengan topik “Jangan Biarkan Lilin Perjuangan Pemberantasan Korupsi Padam” di Gedung KPK C1, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra menjadi salah satu narapidana yang mendapatkan remisi HUT Kemerdekaan RI. Hukumannya dipotong dua bulan.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pihak menyoroti pemberian remisi ini. Djoko Tjandra dinilai tak layak mendapatkannya.
Salah satunya disampaikan oleh mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Dia menilai, pemberian remisi ini mencoreng image bangsa Indonesia.
"Dia juga bahkan mencoreng image bangsa Indonesia dengan menyuap polisi, jaksa bahkan beberapa pegawai yang membantu pengurusan KTP dan lain-lain," kata Syarif saat dihubungi, Minggu (22/8).
"Dia adalah orang jahat yang mempermainkan hukum Indonesia, sehingga sangat tidak layak untuk mendapatkan remisi," sambung dia.
Selain itu, Syarif juga menilai remisi terhadap Djoko Tjandra ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang berlaku.
PP yang dimaksud adalah Nomor 28 Tahun 2006. Salah satu poin dalam PP ini adalah membahas mengenai syarat remisi.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 34 ayat (3) PP tersebut disebutkan bahwa berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3 masa pidana menjadi salah satu syarat dapat remisi.
"Remisi terhadap Joko Tjandra adalah bertentangan dengan PP yang masih berlaku. Apalagi Joko Tjandra ini baru saja menjalani hukuman setelah melarikan diri selama 11 tahun," kata dia.
Dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan bahkan disebutkan salah satu syarat napi korupsi dapat remisi adalah berstatus sebagai Justice Collaborator.
Berikut bunyinya dalam Pasal 34A:
(1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:
ADVERTISEMENT
(a) bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
"Seharusnya kan hanya ‘justice collaborator’ yang bisa dapat remisi," kata Syarif.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syarif di Twitter. Dia mempertanyakan komitmen Kemenkumham dalam memberantas korupsi usai memberikan remisi ini.
"Komitmen Berantas Korupsi ke mana saja? @Kemenkumham_RI," tulis Syarif di Twitter.
Kasus Djoko Tjandra
Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus cessie Bank Bali. Saat ini, ia sedang menjalani pidana di Lapas Salemba Jakarta.
Ia dihukum 2 tahun penjara atas perbuatannya itu. Vonis itu dijatuhkan pada 2009 silam. Akan tetapi, Djoko Tjandra baru dieksekusi pada 31 Juli 2020. Sebab, ia melarikan diri hampir 11 tahun.
Dalam pelariannya, ia kembali berbuat pidana. Yakni memalsukan dokumen perjalanan agar bisa keluar masuk Indonesia serta suap agar bebas dari hukuman kasus Bank Bali.
ADVERTISEMENT
Usai ditangkap di Malaysia, Djoko Tjandra langsung dieksekusi. Selain itu, dia juga diproses hukum terkait kasus surat jalan dan suap serta pemufakatan jahat.
Untuk kasus surat jalan, ia divonis 2,5 tahun penjara. Perkaranya masih dalam tahap kasasi.
Sementara untuk kasus suap dan pemufakatan jahat, Djoko Tjandra dihukum 3,5 tahun penjara. Perkara ini juga masih dalam tahap kasasi. Dalam kasus ini, Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi serta Jaksa Pinangki.