Lika-liku Studi ke Luar Negeri saat Pandemi: Urus Visa hingga Kuliah Hybrid

8 April 2021 10:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Viddy saat berangkat kuliah ke luar negeri.  Foto: Dok. Viddy M. Naufal
zoom-in-whitePerbesar
Viddy saat berangkat kuliah ke luar negeri. Foto: Dok. Viddy M. Naufal
ADVERTISEMENT
Bimbang adalah ungkapan yang tepat saat Viddy M. Naufal dinyatakan lolos beasiswa Erasmus+ di program Euroculture: Society, Politics, and Culture in Global Context pada awal Maret 2020.
ADVERTISEMENT
Meski pihak kampus optimis perkuliahan bisa dimulai September 2020, banyak kantor kedutaan di Jakarta yang tidak melayani layanan visa studi.
“Saya hanya bisa pasrah dan terus melanjutkan persiapan keberangkatan yang bisa bisa saya lakukan, seperti menandatangani kontrak beasiswa, mencari tempat tinggal,” ujar Viddy kepada Indonesia Mengglobal.
Beruntung, pada Juni 2020, Uni Eropa mengumumkan pembukaan perbatasan. Mahasiswa menjadi salah satu kelompok prioritas dalam aturan tersebut. Ia kemudian mengurus visa ke Kedutaan Prancis di Jakarta.
Viddy bersama dengan teman-temannya. Foto: Dok. Viddy M. Naufal
“Kantor Imigrasi Indonesia masih melayani pembuatan paspor sangat terbatas pada saat itu, di mana janji wawancara pembuatan paspor hanya bisa dibuat melalui Whatsapp dengan melampirkan surat keterangan dari beasiswa/sekolah tujuan di luar negeri,” tambahnya.
Proses penerbitan visa itu selesai pada delapan hari sebelum keberangkatan. Ia segera mengatur perjalanan ke Prancis dengan memperhatikan protokol kesehatan setempat.
ADVERTISEMENT
“Terbang di masa pandemi adalah salah satu hal yang paling tidak nyaman yang pernah saya alami. Selain kewajiban menggunakan masker dan face shield selama penerbangan, juga ada rasa takut untuk batuk atau bersin hanya karena ngeri disangka positif COVID-19,” kenangnya.
Setiba di Prancis, Viddy juga harus beradaptasi dengan sistem pembelajaran hybrid, perpaduan antara daring dan tatap muka. Salah satu yang menjadi tantangan adalah koneksi internet yang tidak stabil dengan rekan sekelasnya.
Selain itu, terkadang jadwal perkuliahan juga bisa mendadak berubah. Hal ini terjadi jika ada dosen atau mahasiswa yang kontak erat dengan kasus positif corona.
Viddy menjalani perkuliahan di luar negeri saat pandemi. Foto: Dok. Viddy M. Naufal
“Ini merupakan kali pertama dalam hidup saya berkuliah 2-3 jam di kelas dengan menggunakan masker. Sesak rasanya, tapi mau bagaimana lagi? Sesekali kami kuliah secara daring dari rumah masing-masing,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia mengaku bersyukur tinggal di Prancis. Sebab, aturan soal protokol kesehatan di negara tersebut sangat jelas. Selain itu, tes corona dengan metode PCR juga gratis.
“Jika ada update mengenai langkah baru yang dilakukan pemerintah untuk penanganan, seperti lockdown atau curfew, Presiden-lah yang akan muncul di TV nasional dan berbicara tentang langkah penanganan tersebut,” pungkasnya.
Dalam program ini, Viddy akan menjalani kuliahnya di Prancis dan Belanda di universitas yang berbeda.
===
Tulisan ini pernah dimuat di Indonesia Mengglobal ditulis oleh Viddy M. Naufal.