LIPI Anggap Usul Presiden 3 Periode Hanya Coba-coba

30 November 2019 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi polemik membaca arah amandemen UUD 45. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi polemik membaca arah amandemen UUD 45. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana amandemen UUD 1945 menuai sorotan publik. Beberapa poin jadi perdebatan misalnya menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan usul masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
ADVERTISEMENT
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengaku menyetujui adanya amandemen UUD 1945, namun sebatas menghidupkan kembali GBHN.
Siti menolak usul jabatan presiden menjadi 3 periode dan dipilih oleh MPR. Menurutnya, usulan itu semakin mengurangi generasi pemimpin masa depan dan wacana penambahan masa jabatan presiden dianggap hanya ajang coba-coba.
"Ini menurut saya kekhasan orang Indonesia sukanya coba-coba, sukanya trial and error siapa tahu bisa mengubah, oleh karena itu kita no way, demokrasi harus berikan satu kepastian," kata Siti dalam diskusi 'Membaca arah amandemen UUD 1945' di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).
Peneliti LIPI, Siti Zuhro saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Bukan kok lalu lu lagi, lu lagi diperpanjang, itu enggak boleh apalagi kita merasakan krisis kepemimpinan tahun 80an lalu," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Siti mengatakan, menghidupkan kembali GBHN diperlukan untuk mensinergikan program pemerintah pusat dan daerah. Sebab, selama ini program pemerintah pusat dan daerah seperti berjalan terpisah sehingga terdapat miss komunikasi.
"Satu sisi tentang haluan negara yang penting karena sejak era otonomi daerah yang diterapkan 2001 itu, rasanya untuk menyambungkan atau membuat sinergi pembangunan nasional dan pembangunan daerah itu kayanya agak tidak nyambung, ini bahaya menurut saya. Jadi daerah jalan sendiri, pusat jalan sendiri, itu yang harus disinergikan," kata dia.
Siti menganggap visi misi presiden harus sejalan dengan rencana atau program yang akan dilakukan oleh kepala daerah.
"Lima tahun sekali pemerintahan boleh ganti tapi sudah jelas. Jadi tak boleh visi misi presiden, gubenur, bupati tak nyambung. Jadi mau dibawa kemana Indonesia," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Wasekjen PPP Ade Irfan Pulungan mengatakan penambahan masa jabatan presiden jadi 3 periode berpotensi melahirkan sistem oligarki yang membuka kesempatan untuk korupsi. Praktik oligarki tersebut menurutnya sudah terjadi di sejumlah daerah.
"Apalagi ada oligarki atau kekuasaan yang dari kerajaan dinastilah, kita sudah melihat contoh dalam kepemimpinan di daerah, selesai yang bersangkutan, digantikan istrinya, digantikan anaknya, masa di situ-situ saja? Itu yang membuat adanya penyimpangan, makanya kekuasaan itu lebih mendekati ke korupsi," katanya.
"Cukuplah dua periode biar ada regenerasi, Saya yakin dan percaya itu, dari 260 juta rakyat Indonesia masa tidak ada sih masa hanya orang-orang di situ saja yang harus kita pilih," imbuh Irfan.