LIPSUS JUAL BELI DATA PRIBADI, Ilustrasi jual beli data pribadi

Lipsus: Menelusuri Jejaring Sindikat Pencurian Data Pribadi

29 Juli 2019 17:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pencurian data pribadi bukan hal baru. Anda tak begitu saja menerima ragam telepon dan pesan singkat dari orang-orang yang menawarkan berbagai produk dan layanan jasa, tanpa Anda tahu siapa mereka dan dari mana mereka mendapatkan nomor telepon Anda.
Di balik dering telepon itu, kerap kali terdapat jejaring pencurian, jual beli, bahkan penipuan data pribadi yang saling berkelindan dan terhubung satu sama lain. Data-data diri yang tercantum dalam database perbankan atau keanggotaan tempat kebugaran, dapat dengan mudah bocor ke tangan pihak ketiga yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Anda—yang tidak Anda percayai untuk memegang informasi tentang Anda.
Maka, data pribadi yang seharusnya berada di ranah privasi, kini jadi tak terlindungi. Lebih parah lagi, data-data tersebut—yang mencakup tanggal lahir, Nomor Induk Kependudukan, nomor telepon rumah dan ponsel, email, nama ibu kandung, alamat rumah, hingga alamat dan jabatan di kantor—diperjualbelikan dengan bebas di pasaran.
Data-data itu tersimpan rapi di file makelar data, siap dikirimkan kepada siapa saja yang berniat membeli untuk tujuan apa pun. Bila di antaranya ada data Anda, amat mungkin itulah alasan di balik telepon rutin yang Anda terima dari berbagai pegawai pemasaran.
Ilustrasi jual beli data pribadi. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Untuk mengetahui skema pencurian data itu, kisah orang-orang yang terlibat di baliknya, serta seberapa besar keuntungan yang mereka dapatkan, Anda dapat mengikuti laporannya dalam konten eksklusif berikut: Menguak Rantai Sindikat Jual Beli Data Pribadi
Di tengah keamanan data pribadi yang tak terjamin, Kementerian Dalam Negeri bikin geger ketika membuka akses data kependudukan untuk lebih dari 1.200 lembaga pemerintah maupun swasta. Kemendagri menjamin, data-data tersebut tak bakal disalahgunakan karena akses terhadapnya bakal dimonitor.
Jaminan itu tak lantas menghentikan kritik terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Apakah pemerintah yang seharusnya melindungi data pribadi penduduknya, telah melakukan kesalahan dengan berbagi akses kepada pihak ketiga—atau keempat, kelima, dan seterusnya yang jumlahnya mencapai seribu lebih itu?
Temukan jawabannya di sini: Data Kependudukan dalam Kuasa Swasta
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh pun berupaya menjelaskan duduk perkara pemberian akses data kependudukan tersebut. Ia mengundang Ombudsman dan sejumlah perusahaan swasta yang mendapat akses data e-KTP untuk bersama-sama hadir di kantornya.
Keterangan lengkap Zudan dapat disimak dalam wawancaranya dengan Tim Liputan Khusus kumparan: Dirjen Dukcapil: Pak Menteri Tidak Pernah Memberikan Data Pribadi
Semua keriuhan soal data pribadi lantas memunculkan pertanyaan penting: bagaimana sesungguhnya negara (pemerintah Republik Indonesia) melindungi data-data pribadi warganya? Adakah aturan atau payung hukum dalam soal ini?
Jawaban atas pertanyaan fundamental tersebut dapat Anda simak di sini: Darurat Perlindungan Data Pribadi
Indonesia ternyata punya regulasi soal data pribadi, bahkan melimpah. Namun, kenapa data-data pribadi warganya masih saja bocor di sana sini? Apa yang salah?
Atas persoalan ini, Deputi Riset ELSAM Wahyudi Djafar memaparkan analisisnya dalam perbincangan bersama kumparan: Indonesia Punya 30 UU soal Data Pribadi tapi Tumpang Tindih
_________________
Dapatkan perspektif jernih dalam rangkaian laporan Liputan Khusus kumparan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten