LP3ES Kritik Penetapan Tersangka Haris dan Fatia: Kriminalisasi, Mirip Orde Baru

20 Maret 2022 22:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berjalan keluar Gedung Ditreskrimum usai memenuhi undangan mediasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (21/10/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berjalan keluar Gedung Ditreskrimum usai memenuhi undangan mediasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (21/10/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Prof Didik J Rachbini, mengkritik penetapan tersangka terhadap Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
ADVERTISEMENT
Mereka ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Didik menuturkan, LLP. Ia menyebut hal ini menunjukkan adanya kolusi antara hukum dan kekuasaan seperti masa Orde Baru.
“Kriminalisasi aktivis-aktivis demokrasi, Haris dan Fatia. Mereka bukan memaki-maki musuh, dia melakukan kritik check and balances terhadap kekuasaan supaya tidak conflict of interest,” kata Didik dalam Launching Buku “Kemunduran Demokrasi dan Resiliensi Masyarakat Sipil”, Minggu (20/3).
“Dia meneliti kiprah penguasa dalam mobilisasi sumber daya alam. Apabila ada kesalahan, tidak bisa dikriminalisasi secara hukum. Hukumnya berkolusi dengan kekuasaan yang otoriter, persis seperti Orde Baru,” lanjutnya.
Didik menuturkan, Haris dan Fatia melakukan kritik substansial. Seharusnya pemerintah cukup menjawab kritik tersebut, bukan malah membungkam kritik melalui penetapan tersangka.
ADVERTISEMENT
“Jadi tidak bisa itu kritik dikriminalisasi dengan hukum. Perkara ada perbedaan antara fakta itu hak jawab saja. Bagaimana seorang penguasa dikritik dianggap mencemarkan nama baik? Nanti seluruh kritik akan dibungkam dengan itu, lewat hukum yang berkolusi dengan pemerintah,” ungkap dia.
Hal senada juga disampaikan Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto. Penetapan tersangka Fatia dan Haris menjadi salah satu bukti kemunduran demokrasi Indonesia dalam aspek pembatasan kebebasan sipil.
“Pada kajian kita, 4 indikator dari perilaku otoriter atau kematian demokrasi yang kita pakai, (salah satunya) kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan termasuk media. Disini kriminalisasi yang dialami kawan-kawan yang bersolidaritas untuk Wadas, (kasus) seperti Fatia dan Haris, itu situasi yang persis (dengan indikator pembatasan kebebasan sipil lawan),” ujar Wija.
ADVERTISEMENT
Peneliti LP3ES lainnya, Herlambang Wiratman, juga mengkaji situasi kondisi hukum dan hak asasi manusia (HAM) Indonesia. Menurutnya, masih banyak permasalahan yang timbul sehingga penegakan hukum dan HAM tidak berjalan secara maksimal.
“Kita saksikan kondisi hukum dan HAM dipenuhi realitas kekerasan, impunitas, diskriminasi, dan orientasi politik ekonomi yang menopang kepentingan oligarki. Kemudian pembajakan legitimasi kuasa politik hingga administrasi dan dampaknya mengabaikan terhadap upaya perlindungan dan HAM. Kemudian ditambah situasi tidak menghargai ruang sipil sehingga terjadi pengingkaran komitmen politik,” kata Herlambang.
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) bersama Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) usai diperiksa di Mapolda Metro Jaya, Selasa (18/1). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Sebelumnya, penetapan Haris dan Fatia sebagai tersangka terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut dibenarkan Polda Metro Jaya. Keduanya akan segera menjalani pemeriksaan pada Senin (21/3).
"Iya keduanya tersangka. Senin dijadwalkan diperiksa" kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan saat dikonfirmasi, Sabtu (19/3).
ADVERTISEMENT
Pernyataan Haris Azhar yang dinilai memfitnah Luhut diduga bagian dari salah satu video yang diunggah di channel YouTube Haris Azhar. Dalam video itu, Haris menyebut Luhut ada di balik relasi ekonomi dan operasi militer di Papua soal potensi tambang emas di Blok Wabu.