M Nuh: PP atau Permen Bisa Perkuat UU ITE untuk Hindari Lapor Melapor

17 Februari 2021 18:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohammad Nuh di acara Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2021. Foto: Dok. Pemprof DKI
zoom-in-whitePerbesar
Mohammad Nuh di acara Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2021. Foto: Dok. Pemprof DKI
ADVERTISEMENT
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi bumerang dan tidak sedikit menjerat orang dengan pasal-pasal karetnya. Wacana revisi UU ITE ke DPR pun dilontarkan Presiden Jokowi, jika dirasa tidak dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menkominfo era pemerintahan SBY periode pertama, M Nuh, mengungkapkan yang terjadi kini adalah UU ITE digunakan untuk jerat menjerat seseorang atau pun organisasi. Padahal, esensi awal dibuatnya UU ini adalah sebagai payung hukum transaksi ekonomi.
"Inisiatif ITE itu untuk memberikan payung hukum transaksi-transaksi yang sifatnya ekonomi. Bukan urusan jerat menjerat non ekonomi seperti sekarang. Itu ide dasarnya," ungkap Nuh saat dihubungi, Rabu (17/2).
Nuh yang menjadi Menkominfo saat UU ITE ini disahkan mengungkapkan, penyalahgunaan pasal-pasal karet yang multitafsir bisa diatasi jika pemerintah membuat Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri.
Suasana Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020 di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5). Foto: ANTARA FOTO/ Muhammad Adimaja
Menurutnya, PP dan Permen bisa memperkuat dan jadi back up untuk menghindari banyaknya lapor melapor ke kepolisian dengan dasar UU ITE. Sebab, ketimbang UU yang memiliki filosofis ketat, PP atau Permen bisa lebih longgar untuk mengatur petunjuk teknis penerapannya.
ADVERTISEMENT
"Pada pelaksanaannya diperlukan boleh PP, bisa juga bentuk Permen. Saya kira jalan yang paling awal bisa dilakukan untuk hindari terjadi lapor melapor ini mestinya bisa diselesaikan oleh PP, yang berikan panduan dari sisi pelaksanaan teknisnya," tuturnya.
Selain itu, Nuh mengatakan, pemerintah memiliki hak untuk menginisiasi usulan revisi UU ITE ke DPR. Namun, pembahasan revisi ini pasti akan memakan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan, dalam periode pembahasan bisa saja lebih banyak korban jatuh akibat UU tersebut.
Maka dari itu, sampai sebelum akhirnya pembahasan revisi UU ITE ini masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR, ia melihat pemerintah bisa membuat PP atau Permen sebagai solusi jangka pendek.
"Selama menunggu selesai [pembahasan], korban akan berjatuhan terus. Karena kalau tidak masuk di Prolegnas, belum bisa dibahas, ya enggak bisa. Saya kira cara yang wise coba dilakukan percepatan di urusan PP. Kalau toh bisa dikelola PP atau Permen, atau juknis di kepolisian sendiri, saya kira itu bagian solusi jangka pendek," jelas Nuh.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia mengingatkan revisi UU ITE tidak boleh hanya sekadar revisi untuk menangani persoalan sekarang saja. Tetapi juga harus mengantisipasi jangka panjang dan menyesuaikan dengan tujuan awal UU ini dibuat.
"Enggak apa-apa untuk direvisi, tetapi bukan hanya untuk sekarang tapi antisipasi jangka panjang. Kalo direvisi bukan sekadar revisi, tangani persoalan sekarang, juga artisipasi ke depan seperti apa," pungkasnya.
Infografik 9 Pasal Karet di UU ITE. Foto: kumparan