MA Bantah Renovasi PN Semarang Pakai Uang Suap dari Bupati Jepara

1 Agustus 2019 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah membacakan salinan putusan kasasi terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/7). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah membacakan salinan putusan kasasi terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/7). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
Kabiro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Abdullah, membantah keterangan hakim Pengadilan Negeri Semarang nonaktif, Lasito, saat bersaksi di sidang.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Lasito mengaku telah menerima suap dari Bupati Jepara nonaktif, Ahmad Marzuqi, senilai Rp 500 juta dan USD 16 ribu. Sebagian uang itu, kata Lasito, dipergunakan untuk merenovasi PN Semarang dengan membeli berbagai fasilitas.
Tetapi keterangan itu ditampik Abdullah. Ia menegaskan, biaya pembangunan dan renovasi sudah dianggarkan oleh PN Semarang setahun sebelumnya.
"Enggak. Itu sudah ada anggarannya sudah ada DIPA-nya (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dan setahun sebelumnya sudah diajukan. Hal-hal seperti ini hanya alasan (Lasito) saja," kata Abdullah di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (1/8).
Ia menambahkan, anggaran pembangunan juga harus melalui mekanisme tertentu, yakni pengajuan ke MA dan Kementerian Keuangan.
Hakim (nonaktif) Pengadilan Negeri Semarang Lasito (tengah) dengan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
"Jadi tidak bisa hari ini usul kemudian hari ini bangun itu tidak bisa. Kalau untuk bangun tahun ini itu diusulkan tahun yang lalu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Abdullah juga menepis kesaksian Lasito yang menyebut renovasi dilakukan dalam rangka meningkatkan akreditasi PN Semarang dari B ke A.
"Akreditasi itu yang dinilai pelayanannya bukan fisiknya. Jadi akreditasi yang dinilai adalah pelayanannya, pengabdiannya kepada masyarakat. SOP itu hanya tulisan saja, tidak ada dinilai dari bangunan fisik," jelasnya.
Sebelumnya, Lasito mengaku penggunaan suap dari Marzuqi untuk renovasi itu atas perintah Ketua PN Semarang saat itu, Purwono Edi Santosa. Sebab ketika usai menerima suap dari perantara Marzuqi, ia langsung melapor ke Purwono.
"Saya lapor ke ketua, kemudian disuruh simpan dulu untuk kebutuhan akreditasi," kata Lasito saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (30/7).
"Sekitar Rp 150 juta untuk akreditasi. Jumlah pastinya saya tidak tahu, tapi bisa jadi lebih dari itu," imbuhnya.
ADVERTISEMENT