MA Didesak Investigasi Internal terkait Kasus Mafia Peradilan Nurhadi

21 September 2020 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus mafia peradilan yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi masih diusut KPK. Mahkamah Agung pun didesak melakukan investigasi di internal mereka untuk menelusuri pihak-pihak lain yang diduga terlibat bersama Nurhadi.
ADVERTISEMENT
ICW bersama Lokataru mendesak Ketua Mahkamah Agung, M Syarifuddin, untuk membentuk tim investigasi internal.
"Untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan Nurhadi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (21/9).
Ketua Mahkamah Agung (MA) terpilih Muhammad Syarifuddin tiba untuk dilantik di Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
MA dinilai belum terbuka dalam pengusutan kasus yang sedang dilakukan KPK. Salah satu indikasi yang disoroti ICW dan Lokataru ialah perihal pemanggilan hakim sebagai saksi di kasus Nurhadi.
Pada Selasa (4/8), KPK sempat memanggil 3 Hakim Agung sebagai saksi. Mereka ialah Panji Widagdo, Syamsul Maarif, dan Sudrajad Dimyati. Namun, ICW dan Lokataru menilai MA terlihat tertutup dengan panggilan itu.
"MA justru terlihat resisten dengan mendalihkan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020. Padahal dalam penegakan hukum dikenal asas equality before the law, yang mengamanatkan bahwa setiap orang tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus," papar Kurnia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Tak hanya itu, Pasal 112 KUHAP juga telah menegaskan bahwa penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek tersebut wajib hukumnya memenuhi panggilan penegak hukum. Jadi tidak tepat jika dalih SEMA digunakan untuk menghindari proses pemeriksaan di KPK," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SEMA Nomor 4 Tahun 2002 itu mengatur Tentang Pejabat Pengadilan yang Melaksanakan Tugas Yustisial Tidak Dapat Diperiksa, Baik sebagai Saksi Atau Tersangka Kecuali yang Ditentukan oleh Undang-Undang.
Berikut isi SEMA yang diteken oleh Bagir Manan selaku Ketua MA:
Berdasarkan laporan-laporan yang disampaikan kepada Mahkamah Agung –RI saat ini Pejabat Pengadilan dalam melaksanakan tugas yustisial seringkali dihadapkan kepada kondisi masyarakat pencari keadilan tidak dapat menerima kenyataan atas pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh Pejabat Pengadilan seperti Panitera, Juru Sita, Juru Sita Pengganti dilaporkan kepada pihak Kepolisian telqah melakukan perbuatan Pidana.
Berkaitan dengan pemanggilan yang dilakukan pihak Kepolisian dapat merupakan hambatan terhadap pelaksanaan Kehakiman, bersama ini Mahkamah Agung memberitahukan bahwa:
ADVERTISEMENT
Di samping itu agar dilihat kembali Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 9 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976.
Merupakan suatu prinsip yang sangat universal bahwa suatu putusan tidak boleh didiskusikan oleh siapa saja karena masalah tersebut merupakan kemandirian Badan Peradilan.
Selain itu, ICW dan Lokataru mengaku pernah dua kali bersurat ke MA tapi tak mendapat tanggapan.
"Ini mengindikasikan bahwa MA menutup diri terhadap koreksi publik dalam penanganan perkara yang melibatkan Nurhadi. Padahal perkara ini telah mengundang perhatian publik. Sebab, korupsi yang dilakukan oleh Nurhadi langsung bersentuhan dengan penegakan hukum dan dengan jumlah besar, mencapai Rp 46 miliar," kata Kurnia.
ADVERTISEMENT
Atas dasar hal tersebut, MA pun didesak untuk lebih terbuka dan dapat kooperatif dengan proses hukum di KPK.
"Mahkamah Agung agar kooperatif dan bekerja sama dengan KPK untuk dapat membongkar tuntas perkara korupsi di internal MA," kata Kurnia.
Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima Rp 33,1 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Suap diduga diberikan melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT Multicon Indrajaya Terminal yang berperkara di MA.
Nurhadi (tengah) dan Riesky Herbiyono (kanan) usai konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
Belakangan, KPK juga mengusut kemungkinan adanya pencucian uang yang dilakukan Nurhadi. Sejumlah aset yang diduga hasil pencucian uang sudah disita KPK.