MA Kabulkan PK Sanusi, Potong Hukuman Jadi 7 Tahun Penjara

1 November 2019 15:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan eks anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.
ADVERTISEMENT
Sanusi merupakan terpidana kasus suap pembahasan Raperda terkait reklamasi Teluk Jakarta dan pencucian uang.
Dalam putusannya, majelis hakim PK memotong hukuman penjara Sanusi selama 3 tahun. Sehingga hukuman adik Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik itu menjadi 7 tahun penjara. Hukuman itu sama seperti vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Mengabulkan permohonan PK pemohon, membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi mengenai putusan itu pada Jumat (1/11).
"MA mengadili kembali dengan menjatuhkan pidana penjara sama dengan pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan," sambung Andi.
ADVERTISEMENT
Andi menyebut putusan itu diketok pada 31 Oktober 2019 oleh majelis hakim PK yang terdiri dari Surya Jaya selaku ketua majelis, serta Eddy Army dan Leopold Luhut Hutagalung selaku anggota majelis.
Andi menambahkan, putusan itu tak bulat alias terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion). Hakim yang tak setuju hukuman Sanusi dipotong ialah Surya Jaya.
Mohamad Sanusi saat jalani sidang. Foto: Rosa Panggabean/Antara
Latar Belakang Kasus
Sanusi merupakan Ketua Komisi D DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra periode 2014-2019. Ia ditangkap KPK pada April tahun 2016. Ia ditangkap karena diduga terlibat kasus suap pembahasan Raperda reklamasi Teluk Jakarta.
Kasus ini kemudian bergulir ke persidangan dengan memeriksa beberapa saksi, termasuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu menjabat Gubernur DKI.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang vonis, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja, melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Uang itu diberikan agar Sanusi menyetujui percepatan pembahasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Sidang PK M. Sanusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain itu, Sanusi juga divonis bersalah melakukan pencucian uang senilai Rp 45 miliar. Uang itu didapat Sanusi dari rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI.
Atas perbuatannya, Sanusi dihukum 7 tahun penjara. Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK selama 10 tahun penjara.
Sanusi tak mengajukan banding. Di sisi lain, jaksa KPK memutuskan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sebab ada beberapa aset Sanusi dalam kasus pencucian uang yang tak disita.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim banding mengabulkan permintaan jaksa KPK pada Agustus 2017. PT DKI sekaligus memperberat vonis Sanusi menjadi 10 tahun penjara. Atas putusan itu, Sanusi tak mengajukan kasasi ke MA yang berarti ia menerima vonis terhadapnya.
Mohamad Sanusi di Pilkada DKI Foto: Desca Lidya Natalia/Antara
Namun setahun kemudian, tepatnya pada Juni 2018, Sanusi mengajukan PK. Ia mengajukan PK saat ramai-ramai terpidana korupsi juga melakukan hal yang sama.
Banyaknya koruptor yang mengajukan PK itu disinyalir lantaran hakim agung yang dikenal galak terhadap koruptor, Artidjo Alkostar, telah pensiun pada Mei 2018.
Pada putusan PK itu, MA 'menyunat' hukuman Sanusi dari 10 tahun menjadi 7 tahun bui.