MA soal Edhy Prabowo: Bekerja Baik Sebagai Menteri, Beri Harapan pada Nelayan

10 Maret 2022 20:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/5/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/5/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Hukuman eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dipotong majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. Alasannya, karena Edhy Prabowo dianggap bekerja baik selama menjabat menteri dan memberi harapan pada nelayan.
ADVERTISEMENT
MA menilai, keputusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang memperberat hukuman Edhy, tidak mempertimbangkan dengan cermat mengenai rekam jejak sang mantan menteri.
"Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat, khususnya bagi nelayan," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, dalam konferensi pers menjelaskan soal putusan kasasi Edhy Prabowo, Kamis (10/3).
Pekerjaan baik yang dimaksud MA adalah kebijakan Edhy mencabut Peraturan Menteri KKP soal larangan ekspor benih lobster yang dibuat oleh eks Menteri KP Susi Pudjiastuti dan menggantinya dengan Permen No.12/Permen-KP/2020. Permen tersebut membuka kembali keran ekspor benih lobster.
Perubahan peraturan itu dianggap melahirkan kembali semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu dibukanya keran ekspor ini dinilai mensejahterakan nelayan kecil.
ADVERTISEMENT
"Yaitu, ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar," tutur majelis.
"Dalam Peraturan Menteri Nomor 12/Permen-KP/2020, eksportir disyaratkan untuk memperoleh Benih Bening Lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL, sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya nelayan kecil," imbuhnya.
Poin tersebut, menurut majelis kasasi, seharusnya dipertimbangkan sebagai hal meringankan bagi Edhy Prabowo. Sehingga hukumannya dipotong.
Selain memotong pidana penjara Edhy Prabowo, MA juga memotong lama pencabutan hak politik politikus Gerindra itu. Semula, hak politik Edhy Prabowo dicabut selama 3 tahun usai menjalani pidana pokok, kini menjadi 2 tahun.
Namun selain itu, Edhy Prabowo tetap diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu subsider 3 tahun penjara.
ADVERTISEMENT

Putusan MA Dinilai Absurd

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ICW menilai pemotongan hukuman Edhy Prabowo benar-benar tidak masuk akal alias absurd. Sebab, jika Edhy Prabowo sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat, tentu tidak diproses hukum oleh KPK.
"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," kata Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (9/3).
“Maka dari itu, Edhy ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik,” sambungnya.
Menurut Kurnia, hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP. Ketentuan itu mengatur pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya.
ADVERTISEMENT

Kasus Edhy Prabowo

Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo didampingi istrinya saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Edhy Prabowo bersama sejumlah anak buahnya diyakini menerima suap sejumlah USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 atau totalnya sekitar Rp 25,75 miliar. Duit itu berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait percepatan pemberian izin budidaya dan ekspor.
Salah satu pemberinya adalah Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP). Ia menyuap Edhy Prabowo sebesar Rp 2,146 miliar.
Suharjito sudah dinyatakan bersalah oleh hakim. Ia sudah dijatuhi vonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 3 bulan. Ia juga sudah dieksekusi ke Lapas Cibinong.
Berdasarkan dakwaan dan fakta persidangan, uang suap yang diterima oleh Edhy Prabowo diduga mengalir kepada sejumlah pihak. Yakni 3 asisten pribadinya, pesilat Uzbekistan, hingga pedangdut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, uang tersebut juga dibelikan sejumlah aset mulai dari vila, puluhan sepeda, belanja istri di Hawaii, hingga barang-barang mewah lainnya.
Reporter: Hedi