Mahasiswa Tunanetra di Bandung Dirikan Tenda Darurat di Wyata Guna

15 Januari 2020 13:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan mahasiswa disabilitas netra memasang tenda akibat terusir dari Wyata Guna Bandung. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Puluhan mahasiswa disabilitas netra memasang tenda akibat terusir dari Wyata Guna Bandung. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Puluhan mahasiswa tunanetra mendirikan tenda darurat di depan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung. Mereka mendirikan tenda setelah sebelumnya merasa terusir dari Wyata Guna, asrama tempatnya tinggal pada Selasa (14/1) malam.
ADVERTISEMENT
Dari pantauan kumparan Rabu (15/1), beberapa mahasiswa memilih bertahan di trotoar dengan beratapkan terpal. Akibatnya, arus lalu lintas di sekitar lokasi sedikit tersendat dan polisi melakukan upaya pengaturan lalu lintas.
Elda Fahmi (20), salah satu penyandang tunanetra yang sempat tinggal di Wyata Guna menuturkan dia terpaksa menginap di trotoar sejak Selasa (14/1) malam. Menurut dia, pihak Wyata Guna mengusir sekitar 30 mahasiswa tunanetra yang tinggal di Wyata Guna.
"Kami yang melakukan kegiatan menginap di trotoar Wyata Guna dari kemarin pukul 19.30 WIB, terdiri dari mahasiswa tunanetra terdampak dari kejadian ini, yang menjadi korban sebanyak 30 orang," kata dia di lokasi.
Elda mengatakan dia dan teman-temannya terusir karena adanya perubahan fungsi Wyata Guna dari panti menjadi balai. Perubahan fungsi itu sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Dirjen Rehabilitasi Sosial.
ADVERTISEMENT
Beleid itu mengubah nomenklatur dari Panti Sosial Bina Netra (PSBN) menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN). Dengan kata lain, penyandang tunanetra tidak bisa lagi tinggal terlalu lama di Wyataguna. Maksimal tinggal hanya enam bulan.
"Tunanetra yang harus mendapatkan pendidikan dasar SD dan SMP misalnya sekarang harus dipaksa masuk ke jenjang SMA. (Mereka) diajarin pertambahan, pengurangan dan dikasih soal logaritma. Kejadian miris yang terjadi di dunia tunanetra," lanjut dia.
Elda mengatakan sejak berubah menjadi balai, pelayanan secara kualitas, kuantitas dan durasi waktu kepada tunanetra menjadi berkurang dan terjadi di seluruh Indonesia.
Kepala BRSPDSN Wyata Guna Bandung, Sulaksono, mengatakan puluhan mahasiswa penyandang tunanetra itu diminta untuk angkat kaki dari Wyataguna karena proses terminasi atau waktu layanan untuk mereka sudah berakhir.
ADVERTISEMENT
Sulaksono mengklaim, pihaknya tidak begitu saja menelantarkan para mahasiswa tunanetra. Menurutnya, ada beberapa mahasiswa yang meminta bantuan untuk melakukan pemindahan barang ke tempat yang baru.
Sebelumnya, pada 20 Desember 2019, pihak BRSPDSN Wyata Guna meminta para mahasiswa penghuni asrama keluar dan menyatakan sudah tidak bertanggung jawab lagi terhadap mereka.
Hal ini berkaitan dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 18 Tahun 2018, di mana panti sosial tunanetra kini diubah menjadi balai rehabilitasi.
Perubahan tersebut pada akhirnya menjadikan mahasiswa tidak punya hak untuk tinggal dan menjadi penerima manfaat di Wyata Guna. Padahal, pada saat Wyata Guna masih berstatus panti sosial, seseorang dapat tinggal hingga lima tahun masa studi di perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT