Mahfud Ingatkan MK Tak Jadi Mahkamah Kalkulator, Ini Kata TKN Prabowo-Gibran

26 Maret 2024 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra berjalan untuk mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Erlangga Bregas Prakoso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra berjalan untuk mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Erlangga Bregas Prakoso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, merespons pernyataan Mahfud MD yang menyinggung mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilpres tidak harus selalu hitung-hitungan angka. Mahfud mengingatkan MK agar tak jadi ‘Mahkamah Kalkulator’.
ADVERTISEMENT
Bagi Yusril, pendapat Mahfud tersebut sah-sah saja. Meskipun dia menyinggung terkait bisa berubah-ubahnya pendapat seorang pakar hukum.
“Dalam ilmu fikih itu ada nasikh wal mansukh, pendapat awal dan pendapat akhir. Pendapat seorang ahli hukum atau ahli fikih itu bisa berubah karena situasi berubah,” kata Yusril kepada wartawan di MK, Senin (25/3).
“Jadi kalau itu diucapkan pada tahun 2014, itu betul. Tapi setelah berlakunya UU No.7 tahun 2017 itu telah ada pembagian kewenangan persoalan-persoalan yang timbul selama penyelenggaraan Pemilu,” tambah dia.
Yusril dan tim hukum Prabowo-Gibran menilai gugatan permohonan yang disampaikan pasangan Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo ke MK adalah hal yang salah kamar. Sebab, banyak mendalilkan pada kecurangan Pemilu dan proses atau syarat pencalonan pasangan Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka.
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Erlangga Bregas Prakoso/ANTARA FOTO
Tim Hukum Prabowo-Gibran menilai, dalam konteks sengketa Pemilu, wewenang MK hanya soal perselisihan hasil. Perselisihan tentang perolehan suara.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau itu masalahnya misal persyaratan calon, memenuhi atau tidak, ijazahnya palsu atau tidak, dan sebagainya itu ranah administratif yang dibawa ke Bawaslu,” jelas Yusril.
Bila tak puas di Bawaslu, lanjut Yusril, bisa naik ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) hingga ke Mahkamah Agung. Kalau terkait pidana, ranahnya di Gakkumdu. Kewenangan MK adalah sengketa hasil.
“Kalau sudah selesai Pemilu-nya, baru sengketa hasil. Itu kewenangan MK,” kata dia.
“Jadi pendapat itu ada namanya qoul qodim dan qoul jadid, dalam ilmu fikih ada pendapat lama dan pendapat baru. Saya tidak menyalahkan Pak Mahfud, Pak Mahfud kan kiai, paham betul nasih wal mansuh dan qoul jadid,” pungkas Yusril.
Cawapres 03 Mahfud MD saat ditemui di kantor pribadinya. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
Sebelumnya, Mahfud MD bersama pasangannya Ganjar Pranowo mengajukan gugatan hasil Pilpres ke MK. Dia mengingatkan dan berharap agar MK tidak hanya menjadi 'kalkulator'.
ADVERTISEMENT
Mahfud yang pernah menjabat Ketua MK itu, menyebut bahwa sejak 2008 MK tidak lagi hanya menjadi mahkamah kalkulator dalam memutus sebuah sengketa Pemilu. Tapi juga melihat berbagai aspek lain dalam proses pelaksanaan Pemilu.
"Di dalam pengalaman kita sudah berkali-kali menjadikan MK itu bukan lagi mahkamah kalkulator. Saya kira putusan tahun 2008 yang pertama itu adalah satu contoh bukan mahkamah kalkulator dan seterusnya dipakai sampai istilah TSM itu sendiri masuk dalam hukum kita," kata Mahfud di Teuku Umar 9, Jakarta Pusat, Kamis (21/3).
"Itu (dulu istilah TSM) tidak ada. Artinya MK bukan sekadar mahkamah kalkulator sehingga nanti tinggal kreativitas hakim MK," tambah dia.