Mahfud MD: Ada 3 Tingkatan Radikalisme, Takfiri hingga Wacana Ideologis

17 Februari 2020 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan ada tiga tingkatan radikalisme yang perlu diwaspadai dalam masyarakat. Ketiganya menurut Mahfud dimulai dari mengkafirkan orang yang berbeda keyakinan atau pendapat atau disebut dengan takfiri hingga radikalisme tingkat ideologis.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, orang enggak pakai cadar, kafir kamu, nah itu radikal pada tingkat takfiri. Kamu kalau tidak pakai baju kayak gini, kamu itu kafir, itu takfiri," ujar Mahfud dalam diskusi 'Pembumian Nilai-nilai Pancasila' di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (17/2).
Tingkatan selanjutnya, kata Mahfud, adalah jihadis. Menurutnya, tindakan tersebut sudah sampai tahapan seseorang nekat membunuh orang yang berbeda dengannya.
"Tindakan yang lebih keras itu adalah jihadis yang membunuh orang lain. Di mana orang lain yang berbeda, (melakukan) dengan tindakan kekerasan dan membunuhnya dengan anggapan bahwa yang dilakukannya adalah jihad suci. Seperti orang yang di ISIS, Suriah," papar Mahfud.
Ia menuturkan, di tingkat ketiga, adalah radikalisme dalam bentuk wacana ideologis. Mahfud mengatakan, radikalisme dalam bentuk ini memang tampak lebih lunak.
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
"Tingkatan yang lebih lunak, tapi berbahaya adalah radikalisme dalam bentuk ideologis, wacana," tutur Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Misalnya mau melaksanakan ideologi baru bahwa ideologi kita ini salah, melalui lembaga pendidikan, diskusi-diskusi, brosur penyusupan bahwa Pancasila salah, harus diganti itu. (Mengatakan) salah kita dalam beragama kalau mengikuti negara ini," sambungnya.
Mahfud lalu mengambil contoh dengan ajakan untuk mendirikan khilafah. Ia menegaskan, Indonesia dengan dasar negara Pancasila tidak bertentangan dengan khilafah.
"Khilafah itu bahasa Arab, kalau bahasa Indonesianya artinya sistem pemerintahan. Yang dengan demikian kita sudah punya sistem pemerintahan yang namanya Pancasila, Indonesia. Al Indonesia Al Khilafah, kalau diindonesiakan kan begitu," terang mantan Ketua MK tersebut.
"Sehingga jangan ribut-ribut 'Anda enggak ikut khilafah', sudah (selesai)," pungkasnya.