Mahfud MD Dukung KUHP Direvisi: Soal Salah, Nanti bisa Diperbaiki Lagi

5 Maret 2021 10:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Youtube/Kemenko Polhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Youtube/Kemenko Polhukam
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD memandang penting adanya perubahan atau resultante baru pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ia menilai perlu adanya perubahan dalam KUHP yang telah digunakan sejak zaman Kolonial Belanda itu.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasannya ialah perkembangan zaman yang terus berubah. Menurut Mahfud, produk hukum seharusnya menyesuaikan dengan adanya perubahan di dalam masyarakat. Sementara KUHP yang saat ini masih dipakai umurnya sudah lebih dari 100 tahun.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam diskusi Publik RUU KUHP dan UU ITE mengangkat Tema Penghinaan/Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP/UU ITE/RUU KUHP Dalam Perspektif Ius Constituendum dan Ius Constitutum. Diskusi ini diselenggarakan oleh Ditjen Perundang-undangan Kemenkumham di Semarang, Jawa Tengah (4/3).
"Ketika terjadi proklamasi berarti terjadi perubahan masyarakat kolonial menjadi masyarakat merdeka, masyarakat jajahan menjadi masyarakat yang tidak terjajah lagi. Nah makanya hukumnya harus berubah seharusnya," ujar Mahfud, Jumat (5/3).
Diskusi itu diikuti sejumlah pihak, di antaranya Jampidum, Fadil Zumhana; Ketua Kompolnas, Benny Mamoto; Mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama; Publik Figur, Nikita Mirzani; Ketua Umum PWI, Atal S. Depari; Terlapor dalam kasus UU ITE, Baiq Nuril; Ketua YLBHI, Asfinawati; Pengacara, Haris Azhar; Pakar Hukum, Harkristuti Harkrisnowo; dan Ahmad M. Ramli.
ADVERTISEMENT
Mahfud mencatat upaya melakukan perubahan terhadap KUHP sudah beberapa kali dilakukan dalam 60 tahun terakhir. Namun hingga kini belum perubahan belum juga berhasil dilakukan.
Pada 2019 lalu, revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) rencananya disahkan DPR pada 24 September. Namun, hal tersebut mendapat penolakan sejumlah pihak.
Sejumlah pelajar mengikuti unjuk rasa menentang RKUHP di Fly Over Slipi, Jakarta, Senin (30/9/2019). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Masyarakat sempat turun ke jalan memprotes revisi karena dinilai banyak pasal kontroversi yang masuk di dalamnya. Gelombang protes saat itu cukup besar karena bersamaan dengan penolakan revisi UU KPK. Belakangan, revisi KUHP batal disahkan. Namun revisi UU KPK tetap berlanjut.
"Saya mencatat beberapa menyebabkan ketidakberhasilan itu. Pertama memang membuat sebuah hukum, yang sifatnya kondifikasi dan unifikatif itu tidak mudah di dalam masyarakat Indonesia yang begitu plural. Jadi kita harus melakukan agregasi untuk mencapai kesepakatan kesepakatan atau resultante," ucap Mahfud.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Mahfud meyakini pemerintah dapat melakukan perubahan akan aturan hukum itu. Ia bahkan menyebut kesepakatan akan tindak perubahan aturan hukum tersebut hampir rampung.
"Mari kita buat resultante baru. Kesepakatan baru. ini sudah tinggal sedikit tinggal sedikit lagi," ungkap Mahfud.
"Agar misalnya tahun ini, KUHP kita yang baru sudah disahkan. Saya, pada waktu itu menjelang pembentukan kabinet baru yang rame penolakan terhadap beberapa UU itu. Saya termasuk yang mendukung agar itu segera disahkan," lanjut dia.
Jika nantinya ditemukan hal-hal yang tak sesuai dalam isi RUU KUHP tersebut, Mahfud memastikan proses legislative review atau Judicial review dapat ditempuh untuk mengubah beberapa poin yang dianggap tak sesuai itu.
"Soal salah, Nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review. Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan. Maka menurut saya kita harus mempercepat ini sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT