Mahfud: Pemilu Era Orba, Ada Pengawas tapi Harus Pilih Partainya Pemerintah

23 Juni 2020 19:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam, Mahfud MD. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam, Mahfud MD. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD menyoroti soal makin membaiknya kualitas gelaran pesta demokrasi di Indonesia dari masa ke masa. Mahfud berbagi cerita pengalamannya mengalami langsung pemilu saat masa orde baru hingga pemilu mulai digelar secara terbuka dengan mengedepankan kebebasan pemilih dalam memberikan suaranya.
ADVERTISEMENT
"Sekarang generasi yang sebaya saya, atau di bawah dikit itu paham bahwa ini adalah suatu kemajuan luar biasa. Sebab generasi sebelumnya tidak ada pemilu gini. Dulu ada pengawas tapi harus milih partainya pemerintah," cerita Mahfud saat menghadiri acara peluncuran indeks kerawanan Pilkada di Gedung Bawaslu RI, Selasa (23/6).
Meski mengakui pada saat itu pemilu digelar dengan tetap menyertakan pengawas. Namun dari penyelenggaraan selama 32 tahun di masa orde baru, kata Mahfud, praktis hanya dua kecurangan pemilu yang muncul ke permukaan.
Padahal ia meyakini, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan baik oleh para peserta maupun oleh para pendukung.
"Selama 32 tahun pemilu orde baru itu pengadilan pemilu hanya terjadi satu kali yaitu orang melanggar pemilu, dua orang mencoblos dua kali di Jombang. Padahal kecurangan pada waktu itu masif sekali," ujar Mahfud.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu menurut Mahfud berbeda jauh dengan penyelenggaraan pemilu saat ini. Selain para pemilih diberikan keleluasaan untuk mengenal tiap calon, para peserta juga memiliki lembaga survei sebagai tolok ukur suara yang diberikan masyarakat.
Mahfud mencontohkan perolehan suara pada pemilu lalu yang diikuti oleh Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.
Ilustrasi daftar calon tetap anggota DPR RI pemilu tahun 2019. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Sekarang ada lembaga survei, bisa tahu peluang masing-masing (calon), itu bisa menghitung hampir dengan tepat berapa perolehan suara masing-masing, seperti Pak Jokowi dan Prabowo enam bulan sebelumnya orang sudah tahu kira-kira perolehan suara ada di 55 banding 45 persen," ungkap Mahfud.
"Meskipun ada curangnya ya itu sudah dihitung dengan curangnya sebelumnya. Kalau zaman orba itu enggak ada survei. Enggak ada survei juga hasilnya udah diketahui setahun sebelumnya. Ndak usah survei. Golkar dapat sekian, PPP sekian," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Atas dasar cerita itu, Mahfud mensyukuri segala perkembangan pemilu yang terjadi hingga saat ini, dapat digelar secara transparan dan jauh lebih demokratis.
"Ini harus disyukuri sebagai bagian dari demokrasi kita," kata Mahfud.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.