Mahfud soal Beda Pandangan Tangani Corona: Antar Dokter dan Ulama Saja Berdebat

26 Mei 2020 19:44 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD saat gelar konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (25/2). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD saat gelar konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (25/2). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD menilai wajar banyak perbedaan pandangan dalam proses penanganan corona, terutama terkait pengambilan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Beda pendapat terkait penanganan corona, menurut Mahfud, bahkan datang dari unsur para medis. Perbedaan pendapat soal upaya relaksasi di tengah pandemi, menurut Mahfud, jadi bahasan yang hangat dibicarakan oleh para medis.
"Kalau setuju tidak setuju itu antar dokter saja tidak bisa. Ada dokter IDI yang mengatakan, jangan sekali-sekali diadakan pelonggaran, itu berbahaya, itu pembunuhan massal. Tapi wakil ketua IDI ketika ketemu Sri Sultan mengatakan, ngapain takut-takut. Lockdown itu malah membunuh orang banyak," ujar Mahfud dalam acara webinar bersama UNS, Selasa (26/5).
Tak hanya beda pendapat antar tim medis, kata Mahfud, saling silang pendapat juga kerap muncul di tengah golongan pemuka agama. Di satu sisi ada ulama yang menilai ibadah masih tetap dapat dilaksanakan secara jemaah di masjid, namun di sisi lain adapula ulama yang menilai ibadah jemaah di tengah pandemi terlalu berisiko bagi keselamatan umat.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu banyak lembaga keagamaan yang menerbitkan tuntunan bagi para jemaah untuk tetap dapat beribadah dari rumah mereka masing-masing.
"Ulama juga berbeda-beda. Kata ulama yang satu kenapa masjid ditutup? Ulama yang satu harus ditutup. Sosiolognya juga berbeda beda," ungkap Mahfud.
Mengenai rencana pemerintah untuk memasuki tahapan new normal usai pandemi corona, Mahfud memastikan diskusi mendalam telah dilakukan di tingkat menteri termasuk Presiden dan Wakil Presiden.
Sejumlah penilaian soal baik dan buruknya penerapan new normal, kata dia, jadi pertimbangan tersendiri bagi pemerintah sebelum nantinya memutuskan untuk menerapkannya secara luas.
"Kita harus mengambil keputusan yang terbaik. Bagaimana yang terbaik, mari kita diskusi, belum ada keputusan soal itu (new normal), semua masih dalam wacana dan kontroversi masih ada. Dan kita harus terbiasa harus menghadapi itu," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pemerintah telah menetapkan adanya 3 indikator yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan protokol hidup new normal di tengah wabah corona. 3 indikator ini dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, Rabu (20/5).
Tiga indikator yang disebut berdasarkan standar dari WHO itu yakni tingkat penularan corona di suatu wilayah atau reproductive number (RO), kesiapan sistem kesehatan tiap daerah, serta terakhir soal kemampuan pemerintah untuk mengetes corona.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona
ADVERTISEMENT