Majelis Ormas Islam Temui Komisi X DPR, Desak Permendikbud 30 Dicabut

25 November 2021 11:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana rapat paripurna DPR ke-IV masa sidang I tahun sidang 2019-2020, Selasa (29/10/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana rapat paripurna DPR ke-IV masa sidang I tahun sidang 2019-2020, Selasa (29/10/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ormas Islam (MOI) yang terdiri dari 13 ormas Islam --tak termasuk PBNU dan Muhammadiyah -- kembali mendesak Permendikbud No.30 Tahun 2021 dicabut atau direvisi total. Hal ini disampaikan MOI dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi X DPR yang membidangi pendidikan hari ini.
ADVERTISEMENT
“MOI adalah sebuah forum antar ormas-ormas Islam. [Kami ingatkan] urusan jaga keamanan negeri, kemaslahatan negeri tanggung jawab kita dunia akhirat. Kalau salah dan masa depan bangsa rusak itu tanggung jawab kita semua dan di akhirat nanti berat. Kami sebagai ormas Islam punya fokus dakwah ini. MOI punya pandangan Permendikbud 30 ini cenderung merusak,” kata Ketua Presidium MOI, Nazar Harris, di Senayan, Kamis (25/11).
“Jadi kita tanya ke Komisi X, mau dibawa ke mana masa depan bangsa jika Permendikbud 30 dilaksanakan. Maka MOI minta Permendikbud 30 dicabut atau direvisi total dengan melibatkan stakeholder termasuk kami. Ormas-ormas ini punya perguruan tinggi,” imbuh dia.
Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi diteken oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September 2021. Pertimbangan disusunnya Permendikbud itu antara lain semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Tetapi ketentuan itu menuai kritik karena dinilai justru bisa legalkan seks bebas di kampus. Sebab dalam Permendikbud ini kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai "tanpa persetujuan korban".
Ketua Presedium Majelis Ormas Islam Nazar Harris desak Permendikbud 30 dicabut. Foto: Dok/YouTube Komisi X
Nazar mengatakan filosofi Permendikbud tersebut bertentangan dengan Pancasila, agama, dan budaya Indonesia. UUD 1945 menyebut ‘pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia’, tetapi MOI menilai Permendikbud No.30 Tahun 2021 justru tidak melindungi anak didik bangsa di kampus-kampus.
Nazar menilai frasa ‘tanpa persetujuan korban’ dalam Permendikbud tersebut adalah salah satu celah pelegalan zina. Selain itu, ia pun mempermasalahkan adanya frasa ‘relasi kuasa atau gender’, sebab jenis kelamin seseorang sudah jelas dan tak perlu dipermasalahkan.
“Dalam UUD 1945 tentang tujuan pendidikan, pemerintah wajib melaksanakan pendidikan yang menjunjung keimanan dan akhlak mulia. Ini tidak tercermin dalam Permendikbud, ada frasa semacam memberi jalan untuk terjadinya penyimpangan di masyarakat kampus. Buat kita itu satu pelegalan zina. Padahal UUD 1945 melarang itu karena meruntuhkan ketakwaan,” terang dia.
ADVERTISEMENT
“MOI meyakini dalam Permendikbud ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Misalnya tanpa persetujuan korban dan relasi kuasa atau gender, ini kita tidak sepakat. Perempuan, perempuan. Laki-laki, laki laki. Jenis kelamin itu sudah jelas. Tuhan ciptakan laki-laki dan perempuan,” tambahnya.
Di sisi lain, Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam, Muhammad Furqan, menilai Kemendikbud Ristek bukan LSM yang diwajibkan memakai frasa tanpa persetujuan korban untuk mengutamakan korban. Menurut dia, jika tak ada dalam UUD 1945, Kemendikbud Ristek tak perlu tergesa-gesa mendorong frasa tersebut.
“Benar negara ini bukan negara agama, tapi bukan juga negara sekuler, dan bukan negara bukan-bukan. Kami ini ahli waris gentleman agreement yang dibuat founding fathers. Dulu di Komisi X ini ada Prof Anwar Golkar, waktu buat UU tentang Perguruan Tinggi dia pernah ingatkan kementerian itu bukan LSM. Itu dilahirkan peraturan, karena itu segala tindakannya harus berdasar peraturan. Permen ini enggak ada peraturannya dalam UU,” kata Furqan dalam kesempatan yang sama.
Mendikbud Nadiem Makarim saat melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
“Kalau pertanyaannya kita harus tunggu korban berjatuhan? Kita bukan LSM, yang bisa kreatif, kita tidak bisa kreatif. Kami merasa kaget mengapa orang die hard pertahankan. Ternyata ini memang anut ideologi feminisme dan radikal. Jika frasa ini dihapus tidak mengurangi makna dari Permendikbud tersebut. Jadi karena itu ideologi sebagian kalangan, kami sebagai ahli waris negeri ini akan perjuangkan juga hapus kata-kata itu,” tandas dia.
ADVERTISEMENT
13 anggota MOI terdiri dari Persatuan Umat Islam (PUI), Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Syarikat islam (SI), Mathla’ul Anwar, Al Ittihadiyah, Al Washliyah, Persatuan Islam (PERSIS), Wahdah Islamiyah, Al Irsyad Al Islamiyah, Hidayatullah, Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).