Majelis Ulama Aceh soal Turnamen PUBG di Jeddah: Patokannya Bukan Arab

27 Juni 2019 13:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Turnamen PUBG Mobile di Jeddah, Arab Saudi. Foto: General Sports Authority/Twitter
zoom-in-whitePerbesar
Turnamen PUBG Mobile di Jeddah, Arab Saudi. Foto: General Sports Authority/Twitter
ADVERTISEMENT
Pagelaran turnamen Player Unknown's Battle Grounds (PUBG) yang digelar di Jeddah, Arab Saudi, belakangan ini menjadi sorotan, khususnya di Provinsi Aceh. Sejumlah pihak membanding-bandingkan aturan syariat Islam di Arab dengan di Aceh.
ADVERTISEMENT
Musababnya, di Aceh baru saja muncul fatwa dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) yang mengharamkan game tersebut. Fatwa itu dikeluarkan karena PUBG dianggap mengandung unsur kekerasan yang tidak sesuai syariat Islam.
Menanggapi persoalan itu dan untuk meredam isu pro-kontra di tengah masyarakat, Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali, menegaskan fatwa yang telah dikeluarkan tidak mengikuti perkembangan di Arab Saudi. MPU, kata dia, hanya berpatokan pada hukum dalam Islam.
“Kita membayangkan seakan-akan semua hukum yang berlaku di Arab Saudi hukum Islam, padahal tidak. Di sana yang Islamnya sangat kental hanya di Mekkah dan Madinah, di luar itu, sama seperti di Indonesia. Jadi makanya kita patokannya bukan di Arab, tetapi kepada hukum agama,” kata Faisal, Kamis (27/6).
ADVERTISEMENT
Faisal mengatakan MPU dalam mengeluarkan fatwa terlebih dahulu melihat persoalan kemaslahatan umat. Pertimbangannya adalah berdasarkan pandangan-pandangan agama dan juga dipadu dengan kajian para ahli.
Tim Bigetron di PUBG Mobile Club Open (PMCO) Asia Tenggara 2019. Foto: PUBG Mobile
“Jadi tidak mesti harus melihat orang lain (studi banding), bisa saja sebuah hukum itu di daerah A haram dan daerah lain tidak, bisa saja seperti itu,” katanya.
Faisal mengajak semua pihak mensosialisasikan fatwa haram PUBG di Aceh secara persuasif.
“Kita sudah sangat mewanti-wanti semuanya agar tidak ada upaya terlalu keras, tapi yang kita ingin lakukan secara persuasif Insyaallah masyarakat itu akan patuh,” ujarnya.
Sementara itu, Faisal menilai pro-kontra soal fatwa haram PUBG di media sosial adalah hal yang wajar.
“Jadi tidak ada masalah untuk masyarakat Aceh. Kalau ada yang marah-marah itu wajar, hal lumrah karena ketidakpahaman mereka sehingga menimbulkan reaksi.”
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Faisal juga melihat ada pihak yang membanding-bandingkan fatwa haram PUBG dengan rokok, riba, korupsi, dan hal lainnya. Menurut Faisal, pihak yang membandingkan itu tidak mengikuti perkembangan di MPU Aceh. Sebab kata Faisal, semua itu telah memiliki fatwa masing-masing.
“Semua itu telah ada fatwanya masing-masing. Korupsi sudah ada fatwa, KKN sudah ada fatwa, sebagian yang dimunculkan oleh teman-teman semua udah ada fatwa. Masalahnya orang yang tidak menjalankan fatwa itu lain, apa yang diprotes itu Insyaallah semuanya sudah ada fatwa,” sebut Faisal.
“Fatwa tentang korupsi sudah ada, tentang penggunaan anggaran, semua sudah sudah ada. Karena ini tidak menyinggung generasi milenial makanya tidak viral,” ujar dia.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan masyarakat wajib menerapkan fatwa yang telah dikeluarkan oleh MPU. Proses lahirnya fatwa itu berawal atas permintaan pemerintah Aceh.
ADVERTISEMENT
“Kalau sudah difatwa ya kita laksanakan gitu saja. Fatwa itukan sudah jelas, melalui proses panjang kalau sudah dikeluarkan fatwanya harus dipenuhi,” kata Nova.