Malaysia Deportasi 150 Warga Myanmar, UNICEF Ungkap Kekhawatiran

19 Oktober 2022 16:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi yang melarikan diri dari bentrokan antara tentara Myanmar dan pemberontak etnis minoritas. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi yang melarikan diri dari bentrokan antara tentara Myanmar dan pemberontak etnis minoritas. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sebanyak 150 warga Myanmar dideportasi Pemerintah Malaysia pada Oktober ini. Tindakan itu dilakukan meski ada kekhawatiran terkait kondisi mereka setibanya di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Beberapa sumber memberi tahu kantor berita Reuters terkait deportasi ratusan orang tersebut. Mereka menyebut, risiko terbesar yang dihadapi warga Myanmar yang dideportasi adalah penangkapan oleh junta militer.
Salah seorang sumber menyebut, ratusan orang yang dideportasi termasuk enam orang eks anggota Angkatan Laut Myanmar. Mereka dipulangkan paksa ke Myanmar pada 6 Oktober lalu melalui pesawat.
Sumber Reuters menambahkan, salah seorang perwira AL Myanmar Kyaw Hla dan istrinya Htay Htay Yeen ditangkap sesampainya di Yangon. Sampai sekarang di mana Kyaw dan istrinya ditangkap masih misterius.
Pengungsi yang melarikan diri dari bentrokan antara tentara Myanmar dan pemberontak etnis minoritas. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Terkait alasan deportasi, sumber Reuters menjelaskan Kyaw dan istri tidak berhasil menunjukkan dokumen sah untuk tinggal di Malaysia.
"Beberapa mantan anggota Militer Myanmar dan Htay Htay Yee sudah meminta perlindungan ke badan pengungsi PBB dan mengajukan surat yang menerangkan identitas mereka sebagai pengungsi," kata sumber tersebut seperti dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
Sampai sekarang junta militer Myanmar belum berkomentar mengenai deportasi dari Malaysia. Sedangkan Kedutaan Myanmar di Malaysia mengakui deportasi tersebut.
Mereka menyebut deportasi terlaksana berkat kerja sama dengan otoritas imigrasi Malaysia. Namun, tidak diungkap siapa saja yang dideportasi.
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Departemen Imigrasi Malaysia pun memilih bungkam atas laporan deportasi 150 warga Myanmar. Reuters telah pula meminta tanggapan Kantor Perdana Menteri tetapi belum mendapat respons.
Badan PBB untuk pengungsi, UNICEF, sangat mengkhawatirkan tindakan deportasi oleh Malaysia. Sebab, keamanan para warga yang dideportasi saat berada di Myanmar sama sekali tidak ada bisa menjamin.
"Tidak cuma di Malaysia tapi di wilayah ini, orang kabur dari Myanmar harus diizinkan menerima akses demi mendapat suaka dan perlindungan," ucap UNICEF.
ADVERTISEMENT
"Warga dari Myanmar yang sudah di luar negeri, tidak boleh dipaksa pulang saat mereka sedang mencari perlindungan internasional," sambung dia.

Malaysia Sempat Kecam Myanmar

Krisis di Myanmar bermula pada Februari 2021 lalu. Ketika itu junta militer mengudeta pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.
Usai kudeta junta menangkap ribuan orang termasuk Suu Kyi dan pendukungnya yang berprofesi sebagai birokrat, mahasiswa, jurnalis sampai polisi dan tentara.
Ketika krisis di Myanmar memuncak secara mengejutkan Malaysia menyatakan sikap mengutuk. Aksi Malaysia dilakukan di tengah prinsip non-intervensi urusan internal yang berlaku sesama negara anggota ASEAN.
Menurut salah seorang anggota oposisi Malaysia, Charles Santiago, pemerintah harus sejalan dengan pernyataan kutukan dan kecaman. Salah satu cara bisa dilakukan ialah berhenti mendeportasi warga Myanmar.
ADVERTISEMENT
"Mengirim pengungsi Myanmar ke negara yang bisa menyebabkan mereka dipenjara hingga disiksa bahkan dibunuh oleh junta membuat Pemerintah Malaysia terlibat dalam kejahatan," kata Santiago.