Mantan Teroris: Aceh Daerah yang Dilirik Kelompok Radikal

6 November 2019 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Yayasan Perdamaian Jalin, eks narapidana terorisme, Yudi Zulfahri. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Yayasan Perdamaian Jalin, eks narapidana terorisme, Yudi Zulfahri. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lelaki berperawakan tinggi itu tengah berdiskusi bersama beberapa anak muda. Pagi itu dia mengenakan baju batik dengan bahu kanannya menenteng sebuah tas ransel berwarna hitam. Obrolan kecil antara mereka berlangsung di sebuah beranda perkantoran.
ADVERTISEMENT
Dia berbicara begitu lugas dan santai. Saat kumparan menemuinya ia baru saja selesai menjadi pembicara di sebuah acara seminar.
Dialah Yudi Zulfahri (36), Direktur Yayasan Perdamaian Jalin, eks narapidana terorisme yang pernah terlibat dalam pelatihan teroris di Jalin, Jantho, Aceh Besar pada 2010 silam.
Eks murid Aman Abdurrahman ini tidak bercerita mengenai kisah kelam perjalanannya hingga terlepas dari belenggu paham radikalisme. Paham yang telah membuatnya mendekam di balik kamar jeruji besi selama 5,5 tahun.
Yudi hanya meminta dukungan dan bantuan semua elemen untuk menyentuh dan merangkul kelompok yang terpapar paham radikalisme yang saat ini masih ada di Aceh.
Sebagai orang yang pernah terlibat dalam terorisme, Yudi paham betul bagaimana aktivitas dan pergerakan kelompok-kelompok radikal tersebut. Khususnya di Aceh, kata Yudi, kelompok radikalisme ini tidak pernah berhenti sejak 2010 dimulai dari kasus Jalin.
ADVERTISEMENT
“Jangan melihat mereka pada level sudah mempersiapkan senjata (mau beraksi) untuk saat ini kalau di Aceh itu belum, tapi kalau level pengkaderan atau penyebaran ideologi itu di Aceh masih ada. Sangat ada, tidak pernah berhenti hingga sekarang,” katanya pada kumparan Rabu (6/11).
Direktur Yayasan Perdamaian Jalin, eks narapidana terorisme, Yudi Zulfahri. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Yudi menyebut mahasiswa banyak menjadi sasaran penyebaran paham radikalisme. Sebab mereka mudah berpikir kritis dan menyukai tantangan.
"Pola rekrutmen medsos bisa awalnya. Semacam disebar pancing nanti ada yang respons, ada juga melalui jaringan. Dan itu terus terjadi di Aceh sampai sekarang karena ada kaderisasi," ungkapnya.
Aceh menjadi daerah yang dilirik oleh kelompok-kelompok radikal di Indonesia hingga saat ini. Yudi mengatakan, ada beberapa pertimbangan mengapa Aceh menjadi sasaran mereka. Di antaranya karena isu syariat Islam sehingga untuk propaganda politik lebih mudah.
ADVERTISEMENT
“Di daerah lain sudah kesulitan karena ruang geraknya sempit, untuk logistik susah, persenjataan susah, sementara di Aceh semua tersedia. Geografisnya bagus, untuk pasokan senjata mudah, logistik cenderung mudah, masyarakat dianggap sudah siap dengan perang. Paling penting adalah karena isu soal syariat Islam,” ungkapnya.
Ilustrasi Teroris Foto: Shutter Stock
Yudi menceritakan kelompok-kelompok radikal saat ini memiliki hubungan dengan Jalin. Musababnya, Jalin adalah babak baru terorisme di Indonesia, tak hanya di Aceh bahkan menurutnya kasus terorisme yang terjadi di semua daerah di Indonesia memiliki hubungan dengan Jalin.
“Peralihan dari era Noordin M Top ke era ISIS diawali dari Jalin. Semua kelompok-kelompok itu bersatu di pelatihan itu. Ketika gagal, mereka menyebar sehingga melakukan aksi sendiri-sendiri. Makanya di manapun ada aksi sekarang berkaitan dengan Jalin,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
“Orang Aceh sendiri ada dan berkembang walaupun kami yang dulu pernah bergabung sudah tidak lagi. Tetapi orang-orang yang dulu pernah kita kaderi ,sekarang sudah di luar kendali,” tambahnya.
Mereka yang masih terpapar paham radikalisme karena memahami agama secara monotafsir, tidak bisa menerima perbedaan pendapat. Bagi mereka apa yang dipahami itulah yang benar. Orang lain yang berbeda pemahaman dengan mereka semua dianggap salah dan sesat.
“Generasi Jalin dulunya juga sama pemikiran seperti itu. Makanya kita paham bagaimana cara menarik mereka untuk tidak terlibat lagi. Bagaimana proses keluar dari sana kita alami sendiri. Jadi cara menyentuhnya juga sudah mengerti dan itu butuh proses,” katanya.
Cara mengatasi kelompok ini harus melibatkan semua unsur. Pemerintah harus bersinergi baik dengan LSM, NGO, dan juga komunitas yang digawangi Yudi bersama teman-temannya berjumlah 37 orang.
ADVERTISEMENT
“Kita mampu menyentuh ideologi tetapi kita tidak bisa kasih solusi dalam hal ekonomi atau memberikan mereka aktivitas. Makanya dalam ini sangat diperlukan sinergitas bersama,”ucapnya.
Yudi menjelaskan radikalisme itu adalah seseorang yang memahami agama secara monotafsir. Tafsir atau pemahaman yang ia gunakan hanya satu sehingga ia menjadi pribadi intoleran.
Menurut Yudi, mereka menganggap semua orang yang tidak sepemahaman dengannya adalah sesat. Selain itu mereka suka memvonis orang lain kafir. Lalu lama-lama masuk pada tahap kekerasan, orang-orang yang punya pemikiran bertentangan dengannya dianggap musuh.
“Mereka yang telah terpapar paham radikalisme mempunyai tujuan ingin mengubah atau membentuk negara baru. Negara yang sesuai dengan visi mereka yaitu negara slam seperti di-era khilafah dulu,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Yudi, yang menyebabkan seseorang ikut terjerembab dalam lingkaran ini adalah karena ketidakmampuan mereka menyesuaikan diri dengan realita saat ini. Mereka punya satu bayangan historis masa lalu, karena tidak bisa menyesuaikan akhirnya berontak dan membuat perlawanan.
“Orang-orang yang gagal menyesuaikan imajinasi dengan realitas hari ini,” tuturnya.
Yudi mengajak masyarakat Aceh untuk membentengi diri dengan pemahaman-pemahaman ulama Aceh terdahulu agar tidak dimanfaatkan oleh mereka. Yudi melihat, masyarakat cenderung lebih mudah disusupi ideologi atau pemahaman yang salah.
“Jangan sampai dimanfaatkan karena masyarakat Aceh ketika berbicara soal perjuangan islam, cenderung mudah tersentuh, spiritnya keluar. Ini berpotensi dimanfaatkan oleh mereka. Karena sebenarnya ideologi sesat ini tidak ada di Aceh, tapi ini barang dari luar yang masuk,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT