Marak Indekos di Bali untuk Penginapan Turis, Pemkab Pungut Pajak 10%

7 Oktober 2019 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kamar kos Foto: Dok. Azzahra Furniture
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kamar kos Foto: Dok. Azzahra Furniture
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan indekos untuk penginapan bagi turis kini marak di Bali. Pemkab Bandung, Bali, kini berupaya menertibkan keberadaan penginapan-penginapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Para pemilik indekos akan dipungut pajak 10 persen setiap bulannya. Hal itu sesuai dengan Perda No 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel dan Perbup Nomor 35 tahun 2019 tentang Tata Cara Permohonan Pendaftaran dan Penyesuaian Izin Pengelolan Rumah Kos.
“Rumah kos yang dimaksud adalah memiliki minimal lima kamar dan maksimal 15 kamar,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Badung, I Made Agus Aryawan, di Bali, Senin (7/10).
Aryawan mengatakan, aturan ini agar para pemilik indekos tertib adminitrasi dan kependudukan. Sebab, selama ini pemilik indekos hanya mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sedangkan izin operasional untuk komersialisasi tak diurus.
"Makanya, dalam rangka memberi legalitas rumah kos yang beroperasi supaya sesuai dengan fungsi bahwa memang usahanya itu untuk rumah kos bukan diubah menjadi tempat penginapan atau hotel,” kata Agus.
Ilustrasi kamar kos. Foto: Dok. kost Jakarta
Sedangkan, tertib administrasi adalah agar pemilik wajib melapor kepada pejabat daerah setempat bila ada pendatang yang menyewa rumah kos. Aturan ini telah disahkan per Juni 2019 dan telah disosialisasikan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Agus mengaku belum mendapatkan angka pasti indekos yang berizin. Pasalnya, tim DPMPTSP baru mulai mendata.
“Sedang kita data mulai dari bendesa, lurah, kepala desa untuk mendata rumah kos ini,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung Agung Ray Suryawijaya mendukung aturan tersebut. Sebab, dalam lima tahun belakang, marak bisnis rumah indekos dijadikan sebagai tempat tinggal sementara bagi wisatawan.
Bisnis yang dilayangkan tak tanggung-tanggung, indekos disewakan secara harian hingga bulanan bagi turis yang sedang berwisata di Bali. Bisnis ini diprediksi merugikan perusahaan hotel dan berdampak pada pendapatan pajak Kabupaten Badung.
“Ini disewakan ada harian, bulanan yang akan dikomersialkan seperti (fasilitas) hotel, dijual secara online, dan banyak bule yang tinggal. Itu yang kita hindari, sehingga Pemkab Badung membuat kebijakan agar itu dikenakan pajak 10 persen,” kata Ray.
Turis berlibur di Pantai Kuta, Bali, Jum'at (4/1/2019). Foto: AFP/SONNY TUMBELAKA
Dari pemantauan Ray, bisnis ini tergolong curang. Misalnya, seseorang menyewa rumah indekos itu selama satu bulan atau lebih. Indekos itu lalu direnovasi dan ditambah sejumlah fasilitas agar menarik minat wisatawan. Selanjutnya, rumah indekos ini disewa dengan harian, mingguan atau bulanan.
ADVERTISEMENT
“Sekarang itu hotel melati banyak disinyalir ke kos-kosan. Ada disinyalir orang asing mengekos, terus kamar disewakan dengan diisi AC dan lain-lain, dikelola bak hotel. Ini bisnis ilegal, ini enggak boleh,” kata dia.
Ray mengaku sejumlah hotel di Badung terdampak dengan bisnis indekos harian. Angka kunjungan wisawatan yang masuk ke Badung setiap tahun mengalami kenaikan 5-10 persen. Namun, tingkat okupansi hotel di Badung stagnan, di angka 65 persen.
“Ke mana larinya tamu-tamu ini? Uang (tempat tinggal) ke personal tanpa bayar pajak. Maka, aturan ini menyasar kamar-kamar yang belum punya pajak,” kata dia.
Selain itu, dengan adanya aturan ini, tingkat jaminan keamanan wisatawan dinilai lebih baik. Sebab, pemilik bertanggung jawab atas kelakuan penyewa indekosnya.
ADVERTISEMENT
“Tingkat keamanan juga akan baik, kan sering juga di kos-kos ada perkelahian, obat-obat terlarang, ini kan jadi tertib dan penting,” ujar Ray.