Ma'ruf soal Polemik Kenaikan UMP Maksimal 10%: Masih Bisa Dibicarakan

21 November 2022 16:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wapres Ma'ruf Amin Hadiri Acara Pembukaan Halal 20 di Semarang, Kamis (17/11/2022). Foto: Dok. Setwapres/KIP
zoom-in-whitePerbesar
Wapres Ma'ruf Amin Hadiri Acara Pembukaan Halal 20 di Semarang, Kamis (17/11/2022). Foto: Dok. Setwapres/KIP
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menetapkan formula baru perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2023 melalui Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Lewat penetapan itu, kenaikan UMP 2023 maksimal 10%.
ADVERTISEMENT
Meski berterima kasih atas kenaikan UMP yang tidak menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja, namun buruh meminta kenaikan minimal 10%. Di sisi lain, kenaikan UMP 2023 10% dinilai akan memberatkan pengusaha dan berpotensi semakin banyaknya gelombang PHK.
Terkait hal ini, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan kenaikan UMP itu masih bisa dibicarakan. Sehingga diharapkan ada win win solution untuk mengakomodasi kebutuhan buruh dan pengusaha.
"Artinya 10% itu, kan, maksimal. Ya, karena maksimal, saya pikir itu mungkin bisa dilakukan musyawarah, yang sudah ada, yang tripartit itu," kata Ma'ruf usai menghadiri acara BAZNAS di The Sunan Hotel, Solo, Senin (21/11).
Menurut Ma'ruf, pembicaraan terkait kenaikan UMP masih fleksibel. Ia pun mengakui akan lebih baik jika persenan kenaikan UMP ditetapkan maksimal.
ADVERTISEMENT
"Kita harapkan ada win win solution-nya, ketemulah nanti itu. Tetapi yang bagusnya itu, kan, maksimal. Ya, jadi karena maksimal artinya masih bisa ada pembicaraan-pembicaraan, jadi fleksibel nanti," pungkasnya.
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tidak tepat dan bertentangan dengan PP Nomor 36 Tahun 2021. Menurutnya, Permenaker lebih bersifat politis dan merugikan pelaku usaha di situasi yang sulit karena permintaan produksi terus menurun.
"Yang rugi buruh juga, buruhnya di-PHK, ada alasan-alasan bagi pelaku usaha untuk mem-PHK karena dia juga mau merampingkan perusahaannya, tunjangan-tunjangan lain dihapus semua," kata Trubus kepada kumparan, Minggu (20/11).