Media China Klaim Erdogan Sebut Warga Uighur Hidup Bahagia di Xinjiang

3 Juli 2019 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Recep Tayyip Erdogan Foto: Lefteris Pitarakis/AP
zoom-in-whitePerbesar
Recep Tayyip Erdogan Foto: Lefteris Pitarakis/AP
ADVERTISEMENT
Media pemerintah China mengklaim Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengakui bahwa etnis minoritas suku Uighur di Xinjiang hidup bahagia.
ADVERTISEMENT
Menurut media tersebut, pernyataan dari Erdogan disampaikan kepada Presiden China Xi Jinping, saat keduanya bertemu di Beijing, Selasa (2/7). Pernyataan Erdogan bertolak belakang dengan kritik yang pernah dilontarkan Ankara atas kekerasan yang dilakukan Beijing terhadap etnis muslim Uighur lebih empat bulan lalu.
Turki menjadi salah satu negara mayoritas Muslim yang mengutuk keras pelanggaran HAM di Xinjiang. Ketika sebagian negara-negara Muslim memilih diam melihat perlakuan China terhadap Uighur, Turki menyampaikan keberatannya pada Februari lalu.
Uighur Foto: Reuters
Dilansir dari AFP yang mengutip dari kantor berita resmi pemerintah China, Xinhua, Erdogan mengatakan kebahagiaan suku Uighur tidak terlepas dari peran pemerintahan negara tirai bambu.
Erdogan dalam pertemuannya juga menyatakan kesiapannya untuk memperkuat kerja sama dengan China, khususnya untuk memberantas ekstremisme.
ADVERTISEMENT
“Erdogan menyebut Turki tetap berkomitmen pada kebijakan satu China, ia juga menekankan bahwa penduduk dari berbagai etnis hidup bahagia di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang berkat kemakmuran China memang fakta tak terbantahkan,” tulis Xinhua dalam laporannya, dikutip dari AFP, Rabu (3/7).
“Dia (Erdogan) juga menyatakan kesiapan untuk memperdalam rasa saling percaya politik dan memperkuat kerja sama keamanan dengan China dalam menentang eketremisme,” tambahnya.
Kamp penjara Uighur di Dabancheng, Xinjiang. Foto: Reuters/ Thomas Peter
China mendapat kecaman dari berbagai pihak atas tindakan kekerasan terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Lebih dari satu juta Muslim Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya ditahan dalam pusat detensi.
Tuduhan itu dibantah Beijing. Mereka menyebut kamp-kamp tersebut sebagai pusat pendidikan kejuruan, pesertanya diajari bahasa Mandarin dan keterampilan kerja dalam upaya memberantas terorisme.
ADVERTISEMENT