Megawati Kenang Desukarnoisasi: Saya Kena Imbasnya, Tak Bisa Kuliah

24 November 2020 17:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Indonesia pertama, Sukarno. Foto: wikimedia
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Indonesia pertama, Sukarno. Foto: wikimedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengenang cerita kelam desoekarnoisasi yang dialami bangsa Indonesia, dari pihak-pihak yang tak ingin ajaran Sukarno bertahan. Desukarnoisasi ini merupakan upaya meminimalisir peranan dan kehadiran Bung Karno yang berlangsung saat pemerintahan Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Menurut Megawati, desukarnoisasi ini menjadi kelemahan bangsa Indonesia pada zaman Orde Baru, yang turut berimbas ke kehidupan keluarga Bung Karno.
"Pada tahun '65 yang merupakan, menurut saya, kekurangan bangsa Indonesia adalah karena waktu itu ada sebutan buat Bung Karno untuk dilakukannya desukarnoisasi. Saya sebagai mahasiswa saat itu sampai kena imbasnya, tak bisa kuliah," cerita Megawati saat menjadi pembicara di acara 'Pembukaan Pameran Daring Bung Karno dan Buku-bukunya', Selasa (24/11).
Turut hadir dalam acara pembukaan seminar itu Mendikbud Nadiem Makarim.
Ia bercerita, kala itu buku-bung Bung Karno banyak disembunyikan, termasuk buku yang dimiliki sendiri oleh sang proklamator. Megawati pun sampai terheran, karena buku-buku itu semestinya bisa menjadi sumber pengetahuan namun malah dihilangkan jejaknya.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik pada penutupan Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Sabtu (10/8). Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
"Jadi bayangkan kita manusia Indonesia sepertinya waktu zaman Pak Harto itu enggak boleh orang baca buku beliau. Saya suka mikir, kenapa ya kalau sebagai pengetahuan? Tidak boleh, bagian dari politik desukarnoisasi enggak ada orang berani ngomong," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Megawati menilai dengan upaya menyembunyikan buku-buku milik Sukarno itu seakan memandulkan kalangan intelektual untuk mendapatkan pengetahuan. Sebab, buku sebagai sumber bacaan menandakan masyarakat bisa bebas merdeka dalam mengakses pendidikan.
"Mohon maaf, seperti memandulkan kemampuan intelektual kita. Sampai buku-buku itu disembunyikan, di bawah bendera revolusi itu ekstraksi kalau dibaca," tuturnya.
"Tapi inilah menurut saya salah satunya yang saya coba katakan. Saya seringkali dibully ya, tapi saya enggak peduli karena ini bagi bangsa saya," lanjutnya.
Sebagai putri proklamator, ia menyayangkan masih saja ada tokoh-tokoh yang pintar dengan pengetahuan luas, namun harus dikucilkan seperti bapaknya. Megawati menilai sosok Sukarno sebagai seseorang yang memiliki fotografik memori kuat dan sangat cerdas.
ADVERTISEMENT
"Saya seringkali dikatakan, saya membela ayah saya. Ya tentunya, yang saya bela lalu siapa? Tentu semua orang membela orang tuanya. Tapi sangat objektif, realistis, dan sangat fair. Ya kalau kalian yang mahasiswa harus baca buku ini itu, saya kan begitu juga. Kenapa lalu buku-buku tokoh bangsa sepertinya diabaikan? Ini kan harus dijawab dengan nurani," tutup Megawati.