Melapangkan Hati Bila Anak Divonis Terkena Kanker

29 November 2018 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak penyandang kanker di Rumah Anyo bersama ibunya (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anak penyandang kanker di Rumah Anyo bersama ibunya (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kala itu langit mendung menyelimuti Rumah Anyo yang terletak di Jalan Nelly Anggrek, Kemanggisan, Jakarta Barat. Dengan senyumnya yang mengembang, perempuan paruh baya bernama Sarah Panggabean mempersilakan kumparan untuk masuk.
ADVERTISEMENT
Sarah adalah satu dari beberapa pengurus Rumah Anyo, tempat bagi anak-anak yang menyandang kanker. Sarah bertutur, penghuni Rumah Anyo berubah setiap saat.
Meski menyandang kanker, anak-anak di Rumah Anyo bertumbuh dengan ceria dan penuh tawa. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Tawa yang terus tercipta menurut pendiri Rumah Anyo, Pinta Manullang Panggabean, adalah buah dari kesabaran anak dan orang tua. Kanker bukanlah penyakit yang sembarangan. Untuk menghadapinya, keteguhan dan kekuatan hati sangat diperlukan.
“Pertama kita harus ikhlas dulu sama diri sendiri. Suami istri juga harus kompak. Menyalahkan itu sering terjadi. Ada komitmen bersama, apa pun yang terjadi harus dihadapi,” tutur Pinta kepada kumparan, Rabu (28/11).
Pendiri Rumah Anyo, Pinta Manullang Panggabean (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri Rumah Anyo, Pinta Manullang Panggabean (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Pinta sudah berpengalaman dalam menghadapi kondisi tersebut. Putra semata wayangnya, Anyo, telah berpulang akibat leukimia pada 2008 lalu. Sebelumnya, Pinta sempat menangis semalaman mendapati putranya divonis kanker darah. Namun, itu hanya terjadi semalam, dia kemudian bangkit serta terus mendampingi Anyo berobat.
ADVERTISEMENT
Bagi Pinta, orang tua harus tetap terlihat kuat apa pun kondisi yang menimpa sang anak.
“Anak melihat orang tua kuat, anak itu pasti mengikuti ayah ibunya. Mereka butuh motivasi,” Pinta berujar.
Keceriaan anak-anak penyandang kanker di Rumah Anyo (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Keceriaan anak-anak penyandang kanker di Rumah Anyo (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Selain itu, para orang tua juga diminta untuk menghargai segala proses pengobatan. Orang tua sebisa mungkin jauh dari rasa putus asa akibat pengobatan yang tak kunjung usai. Konsistensi berobat secara medis harus terus dilakukan karena akan sangat bahaya bila pengobatan dialihkan ke cara lain akibat keputusasaan. Pengalihan tersebut hanya akan membuat hasil yang didapat kelak tidak akan maksimal.
“Dengan bekal pengetahuan yang kita dapat kita bisa menjalani hari-hari yang entah sampai kapan ujungnya kanker itu kan. Harus komit secara medis ya harus secara medis,” tegas Pinta.
ADVERTISEMENT
Saat ibu menjadi kunci
Sebagai seorang ibu, Pinta sudah tahu betul bagaimana dia menemani hari-hari sulit sang anak. Apalagi ketika vonis dokter menetapkan umur anaknya tinggal beberapa pekan, Pinta tetap berusaha tegar meski hatinya hancur.
“Yang penting kuncinya di ibu. Kalau ibunya enggak tegar, anaknya pasti merasakan. Sudah sangat mengalami,” tutur Pinta.
Kebersamaan kumparan bersama penyandang kanker di Rumah Anyo (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kebersamaan kumparan bersama penyandang kanker di Rumah Anyo (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Seorang ibu dituntut terus kompak bersama ayah demi menjaga hati dan semangat sang anak.
Selain itu, tentang penyakit sang anak, sebagai orang tua diperlukan suatu keterbukaan. Perihal sakit sang anak sebisa mungkin dikomunikasikan dengan orang-orang terdekat, semisal keluarga, pihak sekolah, dan tetangga.
“Jangan menganggap penyakit ini aib sehingga ketika ada hal-hal yang kita tidak bisa tanganin sendiri, orang lain serta merta bisa support,” pungkas Pinta.
ADVERTISEMENT