Melihat Bhinneka Tunggal Ika di Pondok Modern Gontor

22 April 2018 11:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gontor adalah salah satu pesantren modern terbesar di Indonesia. Lebih dari 90 tahun Gontor berdiri, pesantren ini memiliki santri yang sangat banyak.
ADVERTISEMENT
Santri Gontor datang dari berbagai tempat dan latar belakang. Mereka bersatu padu belajar bersama tak mengenal perbedaan. Pemandangan apik itu mencerminkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini lekat pada Bangsa Indonesia.
"Kebangsaan di sini lihat dari Sabang sampai Merauke. Dari Pacitan sampai Tarakan dan dari tengah-tengah Jawa Tengah ada di sini," ucap Kiai Hasan Abdullah Sahal, pengasuh Pondok Gontor, Kamis (12/4).
Tak hanya dari berbagai belahan Indonesia, santri Gontor ada juga yang datang dari luar negeri, seperi Malaysia dan Thailand. Mereka jauh-jauh datang dari negeri seberang demi mendalami Islam dan ilmu pengetahuan.
Anawin Sabuach Santri Gontor asal Thailand (Foto: Satrio Rifqi Firmansyah/kumparan)
Untuk menyesuaikan dengan bahasa dan lingkungan yang ada di Indonesia, mereka terlebih dulu masuk ke dalam kelas khusus selama 1 tahun. Setelah itu, mereka akan dilepas untuk satu kelas dengan santri lainnya.
ADVERTISEMENT
Diceritakan Kiai Sahal, bahkan di antara para santri dari luar negeri itu, ada yang fasih menyanyikan lagu Nasional Indonesia dan juga lagu-lagu daerah seperti 'Ampar-Ampar Pisang'.
Hakam Bazli Santri Gontor asal Malaysia (Foto: Satrio Rifqi Firmansyah/kumparan)
Dihadapkan dengan beragamnya santri Gontor itu, para pengasuh Gontor memeliki caranya tersendiri. Mereka mengatur para santri tanpa membeda-bedakan suku.
"Di dalam satu kamar, tidak boleh satu daerah. Dalam permainan sepak bola, satu tim tidak boleh satu daerah. Di dalam bermain musik, drum band, sampai pencak silat dan kegiatan apa pun tidak ada sukuisme. Di sini tidak ada bahasa daerah, adanya bahasa Indonesia," papar Kiai Hasan.
Dengan pola hidup yang mengutamakan keberagaman, kadang tak mudah bagi santri untuk menyesuaikan. Namun, mereka kemudian perlahan bisa beradaptasi dengan hal tersebut. Misalnya saja Rula Ulaya, santri Gontor asal Papua yang sudah 7 tahun 'nyantri' di Gontor.
ADVERTISEMENT
"Pertama pasti ini (enggak betah) tapi lama-lama saya suka karena di sini kan temannya itu kan banyak dari berbagai daerah. Jadi kita tahu orang-orang dari daerah lain itu sifatnya berbeda-beda," cerita Rula kepada kumparan.
Santri Pondok Modern Gontor. (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
Dengan pola pendidikan tersebut, Kiai Hasan berharap para santri Gontor kelak akan bisa membawa bangsa Indonesia menggapai cita-citanya.
"Insya Allah kita mendidik anak kita sesuai dengan cita-cita umat kita sehingga menjadi bangsa yang benar-benar merdeka," pungkas Kiai Hasan.
Diplomat mondok di Pesantren Gontor. (Foto: Satrio Rifqi/kumparan)
Seorang santri asal Pulau Buru, Maluku, bernama Jihan Umkul juga menyimpan cita-cita terpendam. Dia berharap bisa merealisasikan mimpinya selepas lulus dari Gontor.
"Habis S1 pengennya S2 dulu, pengennya kalau bisa Allah kasih kesempatan pengennya kalau bisa keluar negeri, pengen banget ke luar negeri. Pengen S2 baru pengen bangun, niat terbesar itu pengen bangun Ambon, pengen bangun Pulau Buru, Maluku," ungkap Jihan saat berbincang dengan kumparan.
ADVERTISEMENT