Melihat Cara Orang Rimba di Jambi Hindari Wabah Virus Corona

17 April 2020 1:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang Rimba sedang menggendong anaknya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Orang Rimba sedang menggendong anaknya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan virus corona sebagai pandemi global. Sudah lebih dari 2 juta orang di dunia terjangkit virus corona, 5.516 kasus di antaranya ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Banyak negara menerapkan kebijakan jaga jarak (physical distancing) untuk menekan penyebaran virus corona. Namun, rupanya, upaya jaga jarak ini telah dilakukan oleh sekelompok orang rimba di Jambi jauh-jauh hari sebelum adanya COVID-19.
Basesandingon adalah upaya mengindari wabah yang dilakukan oleh orang rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi. Basesandingon sendiri diartikan sebagai upaya mengasingkan diri dari orang yang sakit atau yang diduga mengidap penyakit.
Dalam sebulan terakhir, orang rimba yang biasanya hidup di pinggiran hutan di Jambi sudah melakukan Basesandingon dengan kembali masuk ke tengah hutan.
"Orang rimba masih memegang tradisi yang merupakan kearifan leluhur, termasuk budaya menyendiri di dalam hutan, yang saat ini ternyata dapat dianalogikan dengan istilah WFH (Work From Home), social distancing atau physical distancing," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno seperti dilansir Antara, Jumat (17/4).
Potret keluarga Orang Rimba di Muara Kilis, Jambi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Wiratno mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan berupa ribuan praktik tradisional masyarakat yang selaras dengan alam. Misalnya, Suku Mentawai yang tidak menggunakan api (bakar lahan) untuk siapkan lahan. Lalu Suku Dayak yang memiliki sistem siklus bera berhutan dari sistem ladangnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, suku di Maluku dan Papua biasa mengistirahatkan pengambilan sumber daya laut dalam jangka tertentu. Menurut Wiratno, nilai adat seperti ini yang menjadi fondasi dalam konservasi di era modern.
"Momentum pandemi COVID-19 ini seperti sebuah momentum kita untuk lebih arif dalam kehidupan di bumi, yang ternyata memerlukan istirahat dari gegap gempitanya kegiatan manusia yang seolah-olah tanpa henti. Dari Orang Rimba, kita belajar kembali kepada alam, dan mengikuti hukum-hukumNya," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, Haidir, menyebut kebiasaan ini sudah dilakukan secara turun temurun dan jadi salah satu kearifan lokal orang rimba.
Orang Rimba saat mempraktikkan tradisi Melangun. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Haidir menjelaskan, upaya masuk kembali ke dalam hutan dan menjauhi keramaian ini juga biasa dilakukan oleh orang rimba. Ia mencontohkan, bila ada anggota keluarga dari orang rimba baru pulang dari luar hutan, mereka tak akan langsung bergabung tinggal bersama.
ADVERTISEMENT
Anggota keluarga itu akan membuat sudung atau rumah tenda sendiri yang jaraknya paling dekat 200 meter dari rumah keluarganya. Hal ini bertujuan jika anggota keluarga tersebut membawa penyakit dari luar, maka tidak akan menulari yang lain.
Haidir mengatakan, minimal satu minggu tidak sakit, berarti bisa satu rumah kembali dengan keluarganya.
“Budaya mitigasi yang melekat pada suku anak dalam, itu yang mereka sebut ‘Besesandingon’. Kearifan lokal ini, menjadi hal yang sangat relevan dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini,” kata Haidir.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!