Melihat Megaproyek Makassar New Port yang Diduga Ada Pengaruh Nurdin Abdullah

2 Maret 2021 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengawasi aktivitas bongkar muat peti kemas di Makassar New Port tahap I. Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengawasi aktivitas bongkar muat peti kemas di Makassar New Port tahap I. Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
ADVERTISEMENT
Penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah, barangkali merupakan berkah bagi nelayan di Pulau Kodingareng.
ADVERTISEMENT
Selama ini, mereka kerap menyuarakan protes kepada Nurdin karena aktivitas penambangan pasir laut di Pulau Kodingareng untuk megaproyek Makassar New Port (MNP).
Nurdin Abdullah terjerat kasus dugaan suap terkait pengaturan proyek wisata Bira. Ia juga dijerat dugaan gratifikasi dari beberapa pihak.
Namun, KPK didesak untuk mengembangannya ke arah proyek reklamasi Makassar New Port. Sebab, diduga ada intervensi Nurdin Abdullah di balik proyek tersebut.

Lantas seperti apa proyek MNP?

MNP merupakan salah satu proyek strategis di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) menjadi penanggung jawab proyek tersebut.
Latar belakang pembangunan MNP lantaran Pelabuhan Soekarno Hatta di Makassar dinilai sudah tak mampu lagi menampung arus barang.
MNP pun diharapkan menjadi penghubung untuk Indonesia bagian timur. Sehingga, pengiriman barang tak perlu lagi melalui Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta atau Tanjung Perak di Surabaya. Alhasil bisa menciptakan efisiensi arus logistik.
ADVERTISEMENT
Proyek MNP dikerjakan dalam 3 tahapan di mana setiap tahapan dibagi menjadi paket A, B, C, dan D. Total lahan untuk MNP seluas 1.428 hektare yang sebagiannya hasil reklamasi.
Proyek Makassar New Port Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Anggaran MNP Capai Rp 89,57 Triliun

Berikut rincian pembangunan tiap tahap dan nilainya yang dikutip dari laman Pelindo IV dan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP):
ADVERTISEMENT
Sehingga total MNP akan memiliki dermaga sepanjang 9.923 meter dengan total kapasitas 17,5 juta TEUs. Adapun total nilai investasi mencapai Rp 89,57 triliun.
Sejauh ini, pembangunan yang sudah rampung tahap IA. Pembangunan Tahap IA diresmikan Jokowi pada 22 Mei 2015 dan rampung pada 2018.
Adapun dikutip dari Antara, pembangunan yang masih dalam proses yakni Tahap IB dan IC. Hingga Januari 2021, pembangunan Tahap IB serta IC telah mencapai 63,75 persen dan ditargetkan tuntas pada 2022.
Ilustrasi kapal nelayan lokal. Foto: Dok: KKP

Diprotes Nelayan

Dari sisi bisnis, proyek MNP memang ditujukan agar arus logistik di Indonesia timur lancar. Namun dari sisi sosiologis, para nelayan mengeluhkan proyek tersebut.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyatakan para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut terkena dampak buruk dari aktivitas penambangan pasir laut yang dilakukan PT Boskalis Internasional Indonesia untuk MNP. Di antaranya, nelayan kehilangan wilayah tangkap ikan, morfologi bawah laut berubah, karang laut hancur, dan air mengalami kekeruhan.
ADVERTISEMENT
Menurut JATAM, kehilangan ruang produksi berakibat pada krisis pangan warga: hasil tangkapan berkurang yang otomatis pendapatan menurun. Warga pun kesusahan memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, biaya pendidikan, kesehatan, hingga sebagian warga harus berhutang ke warga yang lain.
JATAM mencatat, sebagian warga bahkan sampai mencari sumber penghidupan lain dengan keluar pulau untuk merantau ke Papua, NTT, dan Banggai.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Dugaan Peran Nurdin dalam Penambangan Pasir Proyek MNP

JATAM beserta para nelayan serta Koalisi Selamatkan Pesisir dan Koalisi Selamatkan Laut Indonesia menduga ada peran Nurdin dalam reklamasi tersebut. Sebab diduga ada keterlibatan Nurdin dan sejumlah orang-orang terdekatnya dalam memuluskan operasi tambang pasir laut di Pulau Kodingareng untuk kebutuhan MNP.
JATAM menyebut penambangan pasir laut dilakukan dengan menghancurkan wilayah tangkap nelayan. JATAM juga menyoroti tindakan aparat keamanan terhadap nelayan dan aktivis yang menolak tambang di perairan Takalar, Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Menurut penelusuran JATAM, terdapat 12 perusahaan yang memiliki konsesi izin usaha pertambangan di perairan Takalar. Dua perusahaan di antara yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. JATAM menilai 2 perusahaan ini dimiliki orang-orang dekat Nurdin.
"PT Banteng Laut Indonesia, yang merupakan pemilik konsesi, tempat di mana Boskalis Internasional Indonesia menambang pasir, pemilik/pemegang sahamnya antara lain Akbar Nugraha sebagai Direktur Utama, Sunny Tanuwijaya sebagai Komisaris, Abil Iksan sebagai Direktur, dan Yoga Gumelar Wietdhianto. Selain Akbar Nugraha dan Abil Iksan, nama Fahmi Islami juga tercatat sebagai pemegang saham di PT Banteng Laut Indonesia," tulis rilis JATAM pada September 2020.
"Sementara di PT Nugraha Indonesia Timur, Abil Iksan juga tercatat sebagai Direktur, Akbar Nugraha sebagai Wakil Direktur, dan Kendrik Wisan sebagai Komisaris," lanjut rilis JATAM.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
JATAM mencatat Akbar Nugraha, Abil Iksan, dan Fahmi Islami, pernah menjadi bagian dari tim sukses paslon Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman di Pilgub Sulsel 2018.
ADVERTISEMENT
Mengenai sosok Akbar Nugraha, JATAM merinci Akbar merupakan teman seangkatan anak Nurdin Abdullah, Fathul Fauzi Nurdin, di Binus University. Akbar juga ditunjuk sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) oleh Nurdin sejak 2018 hingga kini.
JATAM mencatat Fathul Fauzi Nurdin pernah menjadi caleg DPRD Sulawesi Selatan dari PSI pada 2019 lalu. Anak bungsu Nurdin Abdullah ini juga tercatat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PSI pada Pileg 2019.
Menurut JATAM, setelah gagal menjadi anggota legislatif, Fathul Fauzi Nurdin diangkat menjadi Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI), salah satu organisasi sayap Partai PDI Perjuangan pada 12 Maret 2020. Selain itu, Fathul Fauzi Nurdin juga diketahui menjabat sebagai Bendahara Umum KNPI Sulawesi Selatan periode 2019-2022.
ADVERTISEMENT
Sementara Fahmi Islami, tercatat sebagai Staf Khusus Nurdin Abdullah serta bagian dari Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) Provinsi Sulawesi Selatan.
Sunny Tanuwidjaja Foto: ANTARA/Ida Nurcahyani
Adapun nama Sunny yang tercatat sebagai Komisaris Utama PT Banteng Laut Indonesia merupakan mantan staf khusus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Saat itu, Sunny pernah dikaitkan dengan kasus suap anggota DPRD Pemprov DKI Jakarta, Sanusi, dalam kaitan reklamasi Pulau G di Pantai Utara Jakarta. Sunny kini tercatat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Dalam kaitan dengan proyek reklamasi Makassar New Port, Nurdin Abdullah diduga mengambil keuntungan proyek strategis nasional itu, melalui perusahaan koleganya, PT Banteng Laut Indonesia," tulis JATAM.
JATAM memandang penambangan pasir yang terus terjadi diduga kuat sebagai implikasi dari transaksi ijon politik antara Nurdin Abdullah dan para pemilik/pemegang saham kedua perusahaan di atas pada momentum Pilgub Sulsel 2018.
ADVERTISEMENT
"Indikasi ijon politik itu diperkuat lagi dengan relasi antara anak Gubernur Nurdin Abdullah, Fathul Fauzi Nurdin, yang tak sekadar dekat dengan sejumlah pemilik/pemegang saham tambang di dua perusahaan di atas, tetapi juga menjadi 'penghubung' antara Bapaknya selaku Gubernur dan Akbar Nugraha — yang notabene teman seangkatannya di Binus University — sebagai pengusaha tambang," isi pernyataan JATAM.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

KPK Siap Telusuri

Dugaan pengaturan sejumlah proyek di Sulsel karena pengaruh Nurdin, seperti MNP, sempat mengemuka saat konferensi pers penetapan tersangka di KPK pada Minggu (28/2) pagi.
KPK menyatakan, setiap informasi terkait perkara yang diterima, pasti akan ditindaklanjuti.
"Tentu setiap informasi yang diterima KPK, termasuk malam hari ini dari rekan-rekan wartawan, tentu kami tampung dan kami akan tindak lanjuti dengan cara pendalaman," kata Ketua KPK, Firli Bahuri.
Konferensi Pers OTT Gubernur Sulawesi Selatan di KPK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Namun demikian, Firli menyebut sejauh ini KPK masih mengusut dugaan perkara suap yang menjerat Nurdin dan Agung sebagai tersangka. Namun tak menutup kemungkinan pengembangan akan dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Hari ini kita sedang menangani perkara yang sebagaimana saya tadi sebutkan dugaan penerimaan hadiah yang dilakukan oleh Saudara NA (Nurdin Abdullah), ER (Edy Rahmat) dan juga Saudara AS (Agung Sucipto)," kata Firli.
kumparan sudah mencoba menghubungi pengacara Nurdin Abdullah, tapi belum mendapat tanggapan.