Memahami Kondisi Riset Indonesia yang Disoroti Ma’ruf Amin

28 Februari 2020 20:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Penelitian Foto: luvqs
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penelitian Foto: luvqs
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyoroti perkembangan dunia penelitian di Indonesia. Dia menyayangkan besarnya dana penelitian belum mampu mendongkrak prestasi Indonesia dalam Indeks Inovasi Global 2019.
ADVERTISEMENT
"Menurut laporan GII tahun 2019, Indonesia berada peringkat ke-85 dari 129 di dunia dan peringkat kedua terendah di ASEAN. Indikator terburuk adalah lemahnya institusi," ucap Ma’ruf dalam sambutannya di pembukaan Rakernas BPPT. Jakarta, Senin (24/02).
Pernyataan Ma’ruf Amin ini mengacu pada data yang dipublikasikan oleh Global Innovation Index (GII). GII merekam aktivitas inovasi di 129 negara dengan menggunakan 80 indikator. Data tersebut kemudian diolah dan disusun oleh Universitas Cornell, World Intellectual Property Organization/WIPO, dan INSEAD.
Lantas, bagaimana fakta sebenarnya?
kumparan membedah laporan GII 2019. Rupanya, Indonesia memang menempati peringkat ke-85 dari 129 negara yang dievaluasi GII pada 2019. Peringkat itu tidak berubah sejak tahun 2018.
Jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, posisi Indonesia masuk di peringkat bawah. Yakni, menempati peringkat ke-6 dari 9 negara ASEAN.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan GII 2019, dana penelitian yang dikucurkan Indonesia pada tahun 2019 adalah 0,1% dari total Gross Domestic Product (GDP/PDB). Sementara itu, PDB di Indonesia di tahun 2019 mencapai USD 3,49 triliun. Artinya, pengeluaran kotor Indonesia di bidang Research and Development (R&D) adalah USD 3,49 miliar.
Di antara negara-negara ASEAN, Singapura didapuk sebagai negara yang menempati peringkat pertama di bidang R&D. GII 2019 mencatat, Singapura mengeluarkan USD 12,23 miliar untuk melaksanakan riset.
Hal yang perlu dicatat adalah, pemeringkatan R&D itu bukan dilihat dari besaran anggaran semata. Lain dari itu, GII memiliki sejumlah variabel, termasuk melihat mutu dari penelitian itu sendiri.
Malaysia, misalnya, memiliki anggaran R&D lebih besar dari Singapura. GII mencatat bahwa pada tahun 2019, anggaran yang digelontorkan Malaysia untuk riset mencapai USD 13,99 miliar. Meski demikian, anggaran yang lebih besar itu nyatanya tak berbanding lurus dengan hasil pemeringkatan. Malaysia mesti puas bertengger di peringkat ke-2 ASEAN.
ADVERTISEMENT
Meski peringkat R&D Indonesia tertinggal di belakang negara-negara ASEAN, Indonesia boleh unjuk gigi di bidang publikasi yang terindeks global.
Menurut data yang diterbitkan oleh Scimago Institutions Rankings 2018, Indonesia telah menerbitkan 32.456 publikasi. Publikasi ini memuat semua dokumen yang telah memenuhi kualifikasi.
Fakta ini pun mampu membalik keadaan. Jika Indonesia dalam R&D berada di peringkat kedua dari bawah, maka soal publikasi terindeks global, Indonesia bertengger di peringkat dua dari atas di antara negara-negara ASEAN.
Pencapaian Indonesia ini pun tidak diperoleh secara instan. Selama satu dekade, jumlah publikasi terindeks global yang diterbitkan Indonesia meningkat 19 kali lipat secara bertahap.
Mulanya, Indonesia tercatat hanya menerbitkan 1.572 publikasi pada tahun 2008. Namun dari waktu ke waktu, Indonesia terus menambah jumlah publikasinya hingga mencapai 12.429 pada tahun 2016 dan menembus angka 32.456 publikasi pada tahun 2019.
ADVERTISEMENT