news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Membandingkan OTT KPK Tahun Pertama Era Agus Rahardjo dkk dengan Firli Bahuri cs

28 Desember 2020 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Agus Rahardjo usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Agus Rahardjo usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang membandingkan kinerja KPK di bawah Komjen Firli Bahuri cs dengan era Agus Rahardjo dkk di setahun pertama kepemimpinan memantik polemik. Mahfud diduga merujuk pada operasi tangkap tangan KPK karena menggunakan kata tangkap.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, KPK era Agus dkk (2015-2019) atau Jilid IV dijabat Ketua KPK, Agus Rahardjo serta didampingi 4 Wakil Ketua masing-masing Laode M Syarif, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan, dan Alexander Marwata.
Sedangkan KPK era Firli cs (2019-2023) atau Jilid V dikomandoi Ketua KPK, Firli Bahuri serta didampingi 4 Wakil Ketua masing-masing Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Lili Pintauli, dan Nurul Ghufron.
Mahfud memandang KPK era Firli di setahun pertama lebih banyak prestasinya ketimbang era Agus. Mahfud merujuk 2 penilaian. Pertama, kualitas OTT atau siapa pihak yang ditangkap.
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: Youtube/Kemenko Polhukam
Mahfud menyatakan, "Ini sekarang setahun sudah bisa berani menangkap menteri, DPR, DPD, DPRD, bupati, wali kota, juga ditangkapi".
Hal itu disampaikan Mahfud dalam diskusi Dewan Pakar KAHMI bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual pada Minggu (27/12) malam.
ADVERTISEMENT
Penilaian kedua, Mahfud merujuk kuantitas atau total OTT yang dilakukan KPK Jilid V pada setahun pertama kepemimpinan.
"Juga sudah lebih banyak saat ini sebenarnya," ucap Mahfud.
Lantas apakah benar pernyataan Mahfud tersebut? Mari bandingkan OTT KPK di setahun pertama kepemimpinan Agus dan Firli.
Eks Ketua KPK Agus Rahardjo saat Konfrensi pres menggagas perubahan UU pemberantasan tindak pidana korupsi di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

OTT KPK Tahun Pertama Era Agus Rahardjo dkk

Agus dkk membacakan sumpah jabatan sebagai pimpinan KPK pada akhir 2015. Hingga setahun pertama kepemimpinan atau akhir 2016, KPK menggelar 17 kali OTT.
Hal ini bahkan menjadi rekor OTT terbanyak dalam setahun Pimpinan baru. Dari 17 kali OTT tersebut, KPK menjerat 58 orang sebagai tersangka.
Berikut daftar 17 OTT KPK setahun pertama Agus Rahardjo dkk:
ADVERTISEMENT
KPK menangkap Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Komisi V DPR Fraksi PDIP pada 13 Januari 2016.
Damayanti ditangkap bersama 2 stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini, usai menerima suap dari pengusaha di Maluku. Suap yang diterima senilai Rp 8,1 miliar terkait proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
KPK menggelar OTT terhadap Andri pada 13 Februari 2016. Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata, dan Tata Laksana Perkara Perdata MA itu ditangkap setelah menerima suap sebesar Rp 400 juta dari pihak yang berperkara.
Pada 31 Maret 2016, giliran 2 pejabat BUMN yang ditangkap KPK. Keduanya yakni Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya dan Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.
ADVERTISEMENT
Keduanya ditangkap lantaran mencoba menyuap Kajati DKI Jakarta saat itu, Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI, Tomo Sitepu, sebesar Rp 2,5 miliar. Suap ditujukan untuk mengamankan kasus korupsi dana iklan PT BA yang ditangani Kejati DKI.
Terpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta, Mohammad Sanusi meninggalkan ruangan usai menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/8). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Pada hari yang sama ketika menangkap 2 pejabat PT Brantas Abipraya, KPK turut menciduk anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi.
Sanusi ditangkap karena menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, terkait pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Kepala daerah tak luput dari OTT KPK pada setahun pertama era Agus Rahardjo dkk.
ADVERTISEMENT
Bupati Subang, Ojang Sohandi, menjadi kepala daerah pertama yang ditangkap KPK Jilid IV. Ojang ditangkap pada 11 April 2016.
Ojang ditangkap karena menyuap Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus korupsi anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014 senilai Rp 528 juta.
Selanjutnya pada 20 April 2016, KPK kembali menangkap pejabat dari peradilan. Giliran Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, yang ditangkap setelah menerima suap dari Lippo Group.
Suap tersebut diduga diberikan agar Edy membantu mengurus perkara hukum yang melibatkan sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.
Setelah Edy Nasution, aparatur peradilan lain yang ditangkap KPK yakni 2 hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu yakni Janner Purba dan Toton.
ADVERTISEMENT
Keduanya ditangkap pada 23 Mei. Janner dan Toton ditangkap karena menerima suap sebesar Rp 650 juta terkait perkara korupsi yang sedang ditangani keduanya di Pengadilan Tipikor Bengkulu.
Rentetan OTT KPK terhadap aparatur peradilan pada 2016 kembali berlanjut terhadap Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi.
Rohadi ditangkap pada 16 Juni 2016 usai menerima suap dari pengacara Saipul Jamil, Berthanatalia, untuk mengurus penunjukan majelis hakim dalam perkara pencabulan yang didakwakan kepada Saipul.
I Putu Sudiartana usai menjalani sidang. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
KPK menangkap anggota Komisi III DPR F-Demokrat, I Putu Sudiartana, pada 28 Juni 2016. Sudiartana ditangkap setelah menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Pemprov Sumatera Barat, Suprapto, dan pengusaha Yogan Askan. Suap terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Provinsi Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Setahun pertama KPK era Agus nampak fokus memberantas mafia di sektor peradilan. Giliran Panitera PN Jakpus, Santoso, yang ditangkap pada 30 Juni 2016.
Santoso ditangkap setelah menerima suap sebesar SGD 28.000 dari pengacara. Suap tersebut rencananya diberikan kepada hakim sebesar SGD 25.000.
Kepala daerah kedua yang ditangkap KPK di setahun pertama era Agus yakni Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian.
Yan ditangkap pada 4 September dalam kasus suap proyek di Dinas Pendidikan dan Dinas lainnya di Kabupaten Banyuasin.
Terpidana kasus suap kuota pembelian gula impor di Perum Bulog Irman Gusman selaku pemohon mengikuti sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Penangkapan terbesar era Agus dkk setahun pertama yakni Ketua DPD, Irman Gusman. Irman ditangkap pada 17 September 2016.
ADVERTISEMENT
Ia ditangkap setelah menerima suap dari pengusaha Xaveriandy dan Memi sebesar Rp 100 juta terkait pengaturan kuota gula impor dari Perum Bulog untuk disalurkan ke Sumatera Barat.
OTT ke-13 KPK pada 2016 menyasar anggota DPRD Kebumen, Yudhi Tri Hartanto. Yudha ditangkap bersama Kepala Bidang Pemasaran pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen, Sigit Widodo, pada 15 Oktober.
Yudhi dan Sigit ditangkap karena menerima suap terkait proyek di Dinas Pendidikan serta Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kebumen.
Kemudian pada 21 November, KPK menangkap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Handang ditangkap ketika hendak menerima suap Rp 6 miliar dari Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, Rajamohanan Nair. Suap diberikan untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Atty Suharti Tochija usai diperiksa KPK. Foto: Wahyu Putro/Antara
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada awal Desember 2016, tepatnya pada 2 Desember, KPK menangkap Wali Kota Cimahi, Atty Suharti, dan suaminya, M. Itoc Tochija.
Keduanya ditangkap terkait penerimaan suap proyek pembangunan tahap dua Pasar Atas Baru Cimahi dari pengusaha.
Kemudian pada 14 Desember 2016, KPK menangkap Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi.
Eko ditangkap karena menerima suap terkait proyek satellite monitoring di Bakamla.
Penghujung tahun 2016, KPK menangkap Bupati Klaten, Sri Hartini. Sri ditangkap pada 30 Desember 2016.
Ia ditangkap karena menerima suap terkait jual beli jabatan di Pemkab Klaten.
Dari daftar 17 OTT tersebut, tercatat tangkapan terbesar KPK pada 2016 yakni Ketua DPD, Irman Gusman. Sementara kepala daerah yang ditangkap KPK berjumlah 4 orang.
ADVERTISEMENT
Sedangkan OTT terhadap aparatur peradilan paling banyak dilakukan KPK Jilid IV di tahun pertama, yakni 5 kali OTT.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

OTT KPK Setahun Pertama Era Firli Bahuri dkk

Bagaimana dengan OTT KPK era Firli di setahun pertama?
Tercatat hingga 28 Desember, KPK telah menggelar 8 OTT. Berikut daftarnya:
Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, menjadi pejabat negara pertama yang terjaring OTT KPK di era Firli. Saiful ditangkap pada 7 Januari 2020.
Ia sekaligus menjadi kepala daerah pertama yang ditangkap di era Firli Bahuri.
Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, ditangkap KPK sehari setelah OTT Saiful Ilah, tepatnya pada 8 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Wahyu ditangkap di dalam pesawat Batik Air saat hendak berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Tanjung Pandan, Bangka Belitung.
Saat 2 OTT awal KPK begitu meyakinkan, tak demikian dengan OTT ketiga yang bisa dibilang berantakan.
Pada 20 Mei 2020, KPK menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dwi Achmad Noor. Penangkapan itu bekerja sama dengan Itjen Kemendikbud.
Usai OTT tersebut, KPK memeriksa sejumlah saksi. Dari hasil pemeriksaan, KPK belum menemukan unsur keterlibatan penyelenggara negara. Sehingga, KPK melimpahkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
Namun pada akhirnya, Polda Metro Jaya pun menghentikan perkara tersebut karena dinilai tidak cukup bukti.
ADVERTISEMENT
OTT keempat KPK era Firli terjadi pada 3 Juli 2020. Ketika itu, KPK menangkap pasangan suami-istri Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur, Encek UR Firgasih.
Tersangka korupsi benih lobster Menteri KP Edhy Prabowo usai dihadirkan di konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Humas KPK
KPK menangkap eks Menteri KP, Edhy Prabowo, pada 25 November dini hari di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Edhy ditangkap usai tiba dari Hawaii, AS, bersama 16 orang lain. Penangkapan Edhy dilakukan setelah 4 bulan KPK puasa OTT.
Dua hari setelah OTT Edhy, KPK menangkap Wali Kota Cimahi, Ajay Priatna. Ajay ditangkap bersama beberapa orang lain pada 27 November.
ADVERTISEMENT
Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo, menjadi kepala daerah selain Ajay yang ditangkap KPK dalam OTT beberapa hari terakhir. Ia ditangkap bersama 15 orang lain pada 3 Desember.
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Sehari setelah OTT Wenny, KPK menangkap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso, bersama beberapa pihak lain pada Jumat (4/12) malam.
Dalam gelar perkara, KPK menemukan bukti keterlibatan eks Mensos Juliari Batubara dalam kasus dugaan suap bansos corona. Alhasil Juliari ditetapkan sebagai tersangka.
Dari 8 OTT tersebut, KPK menjerat 2 menteri dan 4 kepala daerah sebagai tersangka. Namun tak ada anggota DPR atau DPD yang ditangkap KPK seperti yang disampaikan Mahfud.
ADVERTISEMENT
Adapun berdasarkan jumlah OTT, era setahun pertama KPK era Agus Rahardjo jauh dibanding periode Firli Bahuri. Namun, OTT di era Firli Bahuri pun menorehkan rekor karena pertama kali menangkap menteri aktif dalam OTT.