Menag Pertimbangkan Booster Bagi Jemaah Umrah yang Divaksin Sinovac

30 November 2021 16:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana umrah di Masjidil Haram pada Jumat, 27 Agustus 2021. Foto: Makkah Region
zoom-in-whitePerbesar
Suasana umrah di Masjidil Haram pada Jumat, 27 Agustus 2021. Foto: Makkah Region
ADVERTISEMENT
Jemaah umrah asal Indonesia penerima vaksin COVID-19 yang diakui Arab Saudi, yaitu Pfizer, Moderna, AstraZeneca (AZ), dan J&J, bisa langsung melaksanakan ibadah di Masjidil Haram tanpa karantina mulai 1 Desember mendatang. Tetapi penerima vaksin Sinovac dan Sinopharm harus dikarantina tiga hari.
ADVERTISEMENT
Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan pemberian suntikan ketiga atau booster bagi jemaah umrah Indonesia yang divaksin Sinovac. Ini dilakukan agar tak terjadi pembengkaan biaya jemaah umrah dari keperluan karantina.
Sebab diketahui, mayoritas masyarakat Indonesia divaksin menggunakan Sinovac.
“Di awal-awal kita rapat sudah bicarakan soal booster bahwa Saudi hanya akui empat vaksin. Pfizer, AZ, J&J dan Moderna. Chinese vaccine termasuk Sinovac yang kita pakai, [meski] diakui oleh WHO, itu tidak termasuk yang diakui Saudi. Artinya kalau tidak menggunakan vaksin yang diakui Saudi tetap karantina 3 hari,” kata Gus Yaqut dalam rapat bersama Komisi VIII DPR di gedung DPR, Senayan, Selasa (30/11).
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat menghadiri Anugerah Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2021 yang digelar secara virtual. Foto: Dok. Kemenag
“Kecuali di-booster dengan satu dari empat vaksin yang diakui dan itu 14 hari efikasinya. Jadi 14 hari sebelum berangkat sudah harus divaksin dengan booster [antara] empat itu. Kalau hanya Sinovac yang sebagian besar dipakai masyarakat Indonesia harus karantina 3 hari, di hari ke-3. PCR kalau negatif dia bisa langsung umrah dan sebaliknya,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Gus Yaqut mengatakan Kemenag juga tengah mempertimbangkan bagaimana skema pembiayaan booster bagi jemaah tersebut. Salah satu opsi, kata Gus Yaqut, adalah memasukan tanggungan booster dan biaya karantina dalam asuransi.
Ia berharap terkait hal ini dapat dibahas dan dicarikan solusi bersama dalam rapat dengan pemerintah.
“Soal vaksin ini menjadi jadi isu. Booster kalau kita sudah bisa, pemerintah sudah ada kebijakan booster, dan booster kita bisa lakukan 1 dari 4 ini [harus dipikirkan], biaya dari mana? Biaya dari mana, sekaligus menjawab kalau ada yang positif biaya karantinanya biaya dari mana?” ujar Gus Yaqut.
“Tadi sempat terpikir dengan Pak Sekjen bagaimana kalau kita asuransikan saja skemanya, jemaah umrah diasuransikan biar jadi tanggungan asuransi. Itu nanti kita bahas di RDP, bisa saja menjadi available, mungkin. Tapi nanti kita bicarakan detail lagi,” tandas dia.
ADVERTISEMENT
Aturan soal vaksin COVID-19 yang diakui Arab Saudi termaktub dalam kebijakan terbaru Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Konsul Haji KJRI Jeddah, Endang Jumali, mengkonfirmasi aturan ini.
Mengutip Haramain Sharifain, media yang fokus memberitakan dua masjid suci, vaksin yang diakui Arab Saudi untuk jemaah umrah, yaitu:
1. Dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech atau Comirnaty;
2. Dua dosis vaksin Oxford-AstraZeneca, Covishield, SK Bioscience atau Vaxzevria;
3. Dua dosis vaksin Moderna atau Spikevax;
4. Satu dosis Johnson & Johnson.
Masyarakat Indonesia sejauh ini mayoritas menggunakan Sinovac dan sebagian lainnya memakai Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna, secara gratis. Sedangkan vaksin gotong royong menggunakan Sinopharm.