Menagih Janji Jokowi Memperkuat KPK

12 September 2019 11:48 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo ingin pembangunan infrastruktur pendukung di kawasan destinasi super prioritas dipercepat Foto: Kementerian Pariwisata
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo ingin pembangunan infrastruktur pendukung di kawasan destinasi super prioritas dipercepat Foto: Kementerian Pariwisata
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirim surat presiden (surpres) ke DPR terkait revisi UU KPK. Jokowi menugaskan Menkumham Yasonna Laoly dan Menpan RB Syafruddin untuk membahas revisi UU KPK.
ADVERTISEMENT
Dikirimnya surpres tersebut menunjukkan Jokowi menyetujui revisi UU KPK untuk dibahas bersama pemerintah.
Tentu sikap Jokowi itu disesalkan banyak pihak, khususnya KPK dan kalangan aktivis antikorupsi. Sebab mereka menilai revisi tersebut melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Namun asa agar KPK tidak dilemahkan dinilai masih ada. Sebab saat Jokowi maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 lalu, mantan Wali Kota Solo itu berjanji memperkuat KPK. Janji itu yang kini ditagih KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
"Kita mempercayai janji pemerintah bahwa perubahan UU KPK itu untuk memperkuat bukan memperlemah. Jadi kita punya kepercayaan semoga saja pemerintah dan presiden tetap memperkuat dan bukan memperlemah KPK," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Jakarta, Kamis (12/9).
ADVERTISEMENT
Sementara itu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan Jokowi dalam Nawa Cita poin ke-4 menyebutkan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Nawa Cita itu, kata Kurnia, seakan tak terlihat dari sikap Jokowi yang mengirim surpres ke DPR. Ia pun mengingatkan agar Jokowi tak ingkar terhadap janjinya memperkuat KPK.
"Dengan Presiden menyepakati revisi UU KPK usulan dari DPR ini rasanya Nawa Cita Presiden sama sekali tidak terlihat," kata Kurnia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lebih lanjut, Kurnia mengungkit momen ketika Jokowi menerima Bung Hatta Anti Corruption Award pada tahun 2010. Kurnia mengatakan penghargaan itu merupakan bentuk ekspektasi publik kepada Jokowi untuk terus menguatkan KPK dan pemberantasan korupsi. Namun setujunya Jokowi membahas revisi UU KPK membuatnya ragu.
ADVERTISEMENT
"Dengan kejadian seperti ini rasanya wajar jika akhirnya publik meragukan komitmen anti korupsi dari Presiden dan pemerintah," katanya.
Adapun Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, meminta Jokowi mendengarkan suara rakyat yang ingin revisi UU KPK dihentikan.
Sebab berbagai elemen masyarakat, organisasi, dan tokoh telah menyatakan sikap menentang revisi UU KPK. Bahkan lebih dari 100 guru besar dari berbagai universitas menentang pelemahan KPK dari jalur legislasi ini.
"Kami meminta Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat untuk mendengarkan suara dan masukan berbagai elemen masyarakat dengan bertindak konkrit sebagai kepala pemerintahan dengan menghentikan pembahasan revisi UU KPK," kata Asfinawati.