Mendikbud Nadiem Dicurhati Guru: Status Honorer hingga Sistem Zonasi
ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengunjungi SDN Pekuncen, Kota Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (7/11). Kunjungan Nadiem kali ini dilakukan usai meninjau gedung SDN Gentong yang atapnya ambruk, dan bertakziah di rumah korban.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu, ia mengungkapkan ingin berdialog dan menambah ilmu dari guru-guru dari salah satu sekolah berprestasi di Kota Pasuruan itu. Dialog ini menjadi bagian dari 100 komitmennya bekerja di Kabinet Indonesia Maju.
“Saya harapannya hari ini bukan saya yang berbicara. Waktu serah terima, komitmen 100 hari pertama saya adalah bukan menjadi guru, tapi menjadi murid,” ujar Nadiem di SDN Pekuncen, Kota Pasuruan, Kamis (7/11).
“Saya ingin belajar. Karena menurut saya, sistem pendidikan dari Kemdikbud harus menjadi pelayan kepada guru-guru, kepada murid-murid. Apa yang dibutuhkan, yang dibebankan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin bapak-bapak, ibu-ibu curhat terbuka kepada saya seperti apa, bagaimana saran ke saya dari sisi sistem dan dari sisi kebijakan. Saya orangnya terbuka dan seneng dikritik,” ungkap Nadiem.
Sesi dialog dibuka oleh seorang guru yang iba melihat rekan-rekannya yang masih berstatus honorer. Bahkan ada yang sudah bekerja selama 20 tahun namun belum kunjung mendapatkan status sebagai aparatur sipil negara (ASN). Kepada Nadiem, guru perempuan itu ingin nasib teman-temannya diperhatikan.
”(Siswa) lebih mengenal dari pada guru yang baru lulus, njenengan bayangkan dengan guru yang sudah mengajar 20 tahun Pak,” tutur guru itu.
ADVERTISEMENT
“Saya pegawai negeri, kasihan teman-teman yang honorer,” jelasnya.
“Ya, baik bu,” jawab Nadiem.
Selanjutnya, guru lain mengaku dibuat kebingungan dengan sistem zonasi dari Kemendikbud untuk penerimaan siswa baru. Guru itu mengungkapkan banyak siswa yang kecewa dengan sistem zonasi.
“Yang daftar lebih dulu yang akan diterima. Sedangkan mereka yang daftarnya terlambat itu prestasinya (lebih) baik, rumahnya (lebih) dekat juga menjadi kesulitan untuk diterima,” papar guru tersebut.
“Sekolah kami menjadi imbas, istilahnya dirugikan karena zonasi. Walaupun nilainya tinggi, mereka istilahnya kecewa,” imbuhnya.
Lantas, Nadiem Makarim bertanya, seberapa penting sistem zonasi, baik ke kualitas pendidikan, tenaga pengajar, dan siswa-siswanya.
“Solusinya seperti apa? Apakah zonasi penting? Saya ingin blak-blakan atau apakah zonasi itu penting sebagai konsep tapi terlalu ekstrim atau bagaimana menurut guru-guru ini gimana?” tanya Nadiem.
“Zonasi penting,” kata para guru.
ADVERTISEMENT
“Kalau penting seperti apa?” timpal Nadiem. “Ya itu formulanya belum bisa ditemukan,” jawab guru.
“Maksudnya (sistem zonasi harus) ada fleksibilitasnya?” tanya Nadiem
“Inggih, betul,” timpal guru itu lagi.
Selain terkait honorer dan sistem zonasi, para guru juga meminta Nadiem menaikkan tunjangan kepada sekolah, hingga mengeluh karena kurikulum yang terus berubah mengikuti pergantian jabatan Mendikbud.