Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Setelah menyesap air dari gelas kecil, Prabowo Subianto yang tengah berdiri di atas podium menyatakan bahwa ia siap untuk mencalonkan diri lagi sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
"Saudara-saudara, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, setelah saya mempelajari dan mendengarkan dengan saksama sikap setiap DPD dan setiap sayap partai, yang mengharapkan saya untuk menerima pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia tahun 2024,” kata Prabowo yang disambut gemuruh kader Gerindra dalam Rapat Pimpinan Nasional di Sentul International Convention Centre, Bogor, 8 Agustus 2022.
Prabowo kembali menerima amanat partai untuk menjadi capres salah satunya karena belum ada kader Gerindra yang memiliki popularitas di atasnya. Hasil survei berbagai lembaga memang kerap memposisikan Prabowo sebagai top three capres potensial bersama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Namun, acara panen raya di Kebumen, Jawa Tengah, membuka kemungkinan skenario lain: Prabowo sebagai cawapres.
Pada panen raya itu Jokowi tampak berjalan bersama Prabowo dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di pematang sawah. Momen tersebut memunculkan spekulasi bahwa Jokowi berupaya menduetkan Ganjar dan Prabowo di Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, berpendapat momen Jokowi-Ganjar-Prabowo di acara panen raya tersebut telah direncanakan. Sebab apabila berbicara pertanian, seharusnya yang menjadi bintang utama adalah Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang turut hadir di acara itu.
“Ada sebuah panggung politik yang memang ingin dengan sengaja melibatkan Prabowo dengan Ganjar,” kata Yunarto pada kumparan, Rabu (15/3).
Kans Ganjar-Prabowo
Berdasarkan survei Litbang Kompas 25 Januari–4 Februari 2023, duet keduanya mempunyai kans yang cukup besar untuk memenangi pertarungan Pilpres 2024 dalam satu putaran.
Duet tersebut bisa meraup sebesar 43,4 persen sampai 62,6 persen pemilih dibanding tokoh lain. Meski gabungan tokoh lain tak disebutkan secara detail, gabungan tokoh lain yaitu sekitar 21,6 persen sampai 31,4 persen.
Kendati demikian, setengah atau sekitar 20,1%-33,8% dari pemilih Ganjar-Prabowo masih swing voters. Artinya, pemilih Ganjar-Prabowo masih bisa berubah sewaktu-waktu.
Sementara itu dalam survei yang dilakukan Charta Politika pada 8–16 Desember 2022, pasangan Ganjar-Prabowo mampu mendapatkan 45,3% suara. Ganjar-Prabowo mampu mengungguli 2 paslon potensial lain yakni Anies Baswedan-Ridwan Kamil 32,6% dan Puan Maharani-Andika Perkasa 2,4%, serta 19,7% tidak menjawab.
Elektabilitas Ganjar-Prabowo sebesar 45,3% merupakan yang tertinggi dibandingkan jika Ganjar diduetkan dengan tokoh lain. Dalam survei Charta Politika, Ganjar-Airlangga Hartarto elektabilitasnya 34,6%, Ganjar-Erick 33,8%, dan Ganjar-Ridwan Kamil 35,3%.
Yunarto menyatakan pasangan Ganjar-Prabowo mempunyai dampak elektoral yang tinggi dibandingkan pasangan lain. Sebab duet tersebut merupakan gabungan dua tokoh yang memuncaki daftar elektabilitas capres.
“Jadi ketika digabungkan memang lebih memiliki daya ledak,” kata Yunarto.
Ganjar-Prabowo juga dinilai sebagai pasangan yang cukup realistis untuk dipasangkan. Sebab keduanya merupakan kader partai yang berada di barisan Jokowi.
Hanya saja, menduetkan Ganjar-Prabowo akan menemui ganjalan dalam proses negosiasinya. Gerindra berkukuh Prabowo harus menjadi capres, bukan cawapres.
“Pak Prabowo jauh lebih senior, 15 tahun lebih tua pengalamannya berbeda. Saya kira sudah tidak mungkin kalau Pak Prabowo calon wakil presiden,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusumo.
Sementara PDIP sebagai pemenang pemilu 2019, pemilik kursi terbanyak di DPR, serta memiliki kans untuk mencalonkan sendiri capres-cawapres, tentu merasa berhak mencalonkan kadernya sebagai capres.
“Partai mengusung calon presiden dari kader internal partai, itulah yang diperjuangkan oleh PDI Perjuangan," kata Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Yunarto Wijaya menganggap ngototnya Gerindra menjadikan Prabowo capres merupakan hal wajar. Sebab dalam negosiasi politik, tak mungkin sejak awal partai menerima tawaran yang lebih rendah,
“Prabowo dan Gerindra pasti akan memberikan call (tawaran) tinggi, agak mengherankan kalau jauh-jauh hari langsung call yang rendah,” kata Yunarto.
Ia berpendapat Prabowo akan memanfaatkan sisa waktu menuju pendaftaran capres untuk meningkatkan elektabilitasnya dan mengungguli Ganjar. Jika tidak, kecil kemungkinan Prabowo menjadi capres dan Ganjar sebagai cawapres. Sebab penentuan capres dan cawapres seringkali dilatarbelakangi seberapa kuat elektabilitasnya.
“Hal yang menjadi variabel pengikat utama dan sulit dibantahkan ketika ingin menang dalam Pilpres adalah bagaimana memilih capres yang memang elektabilitasnya tertinggi,” kata Yunarto.
Adapun Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memandang peluang kemenangan bagi pasangan Ganjar-Prabowo cukup kuat karena memiliki basis pendukung yang berbeda.
Ganjar sebagi kader PDIP dianggap memiliki ceruk Indonesia bagian timur yang cukup kuat. Tentu saja Jawa Tengah sebagai basis pendukung PDIP telah dikuasai Ganjar.
Sementara Gerindra memiliki ceruk suara di Indonesia bagian barat, seperti Sumatera dan Jawa Barat. Selain itu keduanya merupakan sosok yang saling melengkapi karena berasal dari militer dan sipil.
“Kalau mereka bergabung akan makin menguat, karena memang sumber elektabilitas mereka sudah cukup kuat,” ujar Pangi.
Mengubah Peta Koalisi
Munculnya wacana duet Ganjar-Prabowo tentu akan mengubah peta koalisi yang telah terbangun, khususnya koalisi Gerindra-PKB dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang berisikan Golkar, PPP, dan PAN.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, menyatakan koalisi partainya dengan Gerindra masih solid. Namun apabila Prabowo memilih berpasangan dengan Ganjar, maka koalisi PKB dan Gerindra otomatis bubar.
“Ya berarti koalisinya bubar dong. Ya toh?,” kata Cak Imin.
Cak Imin mengatakan partainya tak tertarik mendukung Ganjar-Prabowo. Sebab, Cak Imin merasa siap untuk mencalonkan diri sebagai capres maupun cawapres.
"Saya ditanya wartawan, 'Kok Pak Muhaimin pede banget nyapres?' Saya jawab, dosa dan haram kalau saya enggak percaya diri maju pada Pilpres 2024," kata Cak Imin.
Yunarto menilai PKB tak akan begitu saja dilepas. Andai pun dilepas, PKB akan menjadi partai yang diperebutkan jika tak lagi berkoalisi dengan Gerindra. Ia memandang kekuatan PKB yang mewakili warna Nahdlatul Ulama (NU) masih sangat kuat dan diperhitungkan dalam pemenangan Pilpres.
“Warna Nahdlatul Ulama kan sangat kuat dalam kemenangan Jokowi dua kali berturut-turut,” ucap Yunarto.
Yunarto berpendapat bukan tidak mungkin PKB justru bergabung dengan koalisi yang mengusung Anies Baswedan. Walau Yunarto meyakini keinginan Cak Imin menjadi cawapres akan terus disuarakan di mana pun koalisinya.
Adapun Cak Imin menyatakan PKB masih berupaya berkomunikasi dengan partai-partai lain untuk memperkuat koalisi. Cak Imin mengaku tengah merayu PBB dan Golkar untuk bergabung.
"Insyaallah [PBB dan Golkar] tertarik," tandas Wakil Ketua DPR itu.
Sedangkan dari sisi KIB, kata Yunarto, apabila paslon Ganjar-Prabowo terealisasi, partai yang kemungkinan besar merapat adalah PAN dan PPP.
PAN memang secara terang-terangan telah mendukung Ganjar dalam Rakornas di Semarang, Minggu (26/2). Sementara bagi PPP, Ganjar Pranowo adalah salah satu kandidat kuat capres selain Sandiaga Uno, Prabowo Subianto, Erick Thohir, dan Anies Baswedan. Bahkan nama Ganjar telah diusulkan sebagai capres oleh 14 DPW PPP.
“Misalnya terbentuk Ganjar-Prabowo, saya melihat peluang PPP dan PAN bergabung sangat besar. Kenapa? karena mereka memang tidak pernah memposisikan ketum atau kadernya menjadi capres atau cawapres,” kata Yunarto.
Tak demikian dengan Golkar. Partai beringin telah menempatkan Ketum Airlangga Hartarto sebagai capres 2024. Sehingga belum bisa diprediksi ke mana Golkar berlabuh apabila paslon Ganjar-Prabowo terealisasi.
“Golkar yang telanjur dalam Munasnya sudah memutuskan Airlangga sebagai capres. Artinya ketika ada sebuah keputusan lain di luar nama Airlangga, membutuhkan Munaslub dan itu prosesnya tidak simpel,” tutup Yunarto.
Akankah duet Ganjar-Prabowo terealisasi?