news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengapa KPK Tak Tuntut Hukuman Mati Juliari Batubara?

26 Agustus 2021 19:43 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Sosial Juliari P Batubara didampingi Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengecek distribusi bansos sembako di Jakarta Selatan.  Foto: Kemensos RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Sosial Juliari P Batubara didampingi Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengecek distribusi bansos sembako di Jakarta Selatan. Foto: Kemensos RI
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia dinilai terbukti bersalah menerima suap terkait bantuan sosial (bansos) COVID-19 Jabodetabek.
ADVERTISEMENT
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan KPK yakni 11 tahun penjara. Sebelum vonis dijatuhkan, publik banyak mempertanyakan mengapa KPK hanya menuntut 11 tahun saja. Terlebih Ketua KPK Firli Bahuri sempat sesumbar akan menuntut pelaku korupsi bansos dengan hukuman mati.
Terkait hal tersebut, plt juru bicara KPK Ali Fikri menjawab. Ali mengatakan, sejak awal kasus Juliari ini merupakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dijerat dengan pasal suap.
Pasal tersebut yakni pasal 12 UU Tipikor, yang ancaman hukumannya bisa seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.
"Ini adalah suap. Suap itu ancaman hukuman maksimalnya adalah seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun," kata Ali dalam live Instagram KPK, Kamis (26/8).
Muncul pertanyaan, apabila menggunakan pasal 12 UU Tipikor, mengapa KPK tidak menuntut maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara? Ali mengatakan, tuntutan jaksa didasarkan fakta-fakta yang muncul di persidangan.
ADVERTISEMENT
"Kalau kemudian jaksa menuntut 11 tahun berdasarkan fakta di persidangan, berdasarkan analisa. Jaksa tidak menuntut terdakwa bukan dari hasil proses persidangan. Jaksa tidak boleh menuntut seseorang karena ada intervensi atau keinginan pihak lain," ungkap Ali.
Fakta persidangan yang dimaksud oleh Ali seperti alat bukti hingga keterangan saksi-saksi yang akhirnya menjadi kesimpulan akhir tuntutan jaksa. Selain itu, ada juga pertimbangan hal yang memberatkan dan meringankan.
Berikut bunyi pasal 12 UU Tipikor:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah);
a. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
ADVERTISEMENT
b. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Penggunaan pasal 12 UU Tipikor ini pula yang menjadikan penyebab Juliari tidak dituntut hukuman mati. Sebab, ancaman hukuman tersebut ada di pasal lain dan tak terdapat di pasal 12 tersebut.
Hukuman mati ada dalam pasal 2 UU Tipikor. Delik pasal ini, merupakan kerugian negara, bukan suap. Ali mengatakan, dalam konstruksi perkara Juliari, yang menjadi fokus KPK adalah mengusut terkait dugaan suapnya, bukan kerugian negara.
"Kalau bicara kerugian keuangan negara seperti ini tadi itu berbeda. Di sini ada disebut dengan pasal 2 dan 3. Di sini ada ayatnya 1 dan 2. Ini yang kemarin sempat ramai ya, ayat 2 ini keadaan tertentu, salah satunya bencana alam. Di sini dapat hukuman mati. Kalau bicara hukuman mati kita bicara pasal ini (2 dan 3 UU Tipikor)," kata Ali.
ADVERTISEMENT
Ali mengatakan, delik pasal 2 dan 3 UU Tipikor ini memang memungkinkan untuk hukuman mati. Hal tersebut bisa diterapkan apabila melakukan korupsi dalam keadaan tertentu, salah satunya bencana alam yakni pandemi COVID-19.
Berikut bunyi pasal tersebut:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
"Suap ini dilakukan dalam keadaan pandemi, iya. tapi kalau kita bicara hukum tidak ada bicara tentang itu di sini (pasal suap), karena kalau bicara ini (hukuman mati) di pasal 2 dan 3, kemudian keadaan tertentu bencana alam," kata Ali.
Ali menegaskan, di luar kasus suap Juliari dkk yang sudah divonis pengadilan,KPK tengah melakukan penyelidikan baru. Hal tersebut bertujuan untuk mencari peristiwa dan bukti lain atas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara di kasus bansos COVID-19.
"Pengembangannya sekarang KPK masuk menyelidiki, mencari peristiwa, seperti apa situ itu kejadiannya, nah inilah masuk ke sini (pasal 2 dan 3). Ini dalam rangka penyelidikan oleh KPK ini, apakah ada peristiwa pidananya yang berhubungan pasal 2 pasal 3," kata Ali.
ADVERTISEMENT
"Apa saja? setiap orang melawan hukum memperkaya diri sendiri dengan merugikan negara," pungkas dia.