COV Salah Kaprah Herd Imunity

Menghimpun Solidaritas di Tengah Wabah Corona

1 April 2020 14:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Serikat buruh membagi-bagikan 20 ribu hand sanitizer. Foto: Dok. MPBI
zoom-in-whitePerbesar
Serikat buruh membagi-bagikan 20 ribu hand sanitizer. Foto: Dok. MPBI
Wabah corona membuat pemerintah mengimbau masyarakat untuk berkegiatan di rumah. Work from home digaungkan oleh Presiden Jokowi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, disusul berbagai kepala daerah lain.
Kerja dari rumah mungkin tak sulit bagi sebagian aparatur sipil negara, pekerja BUMN, maupun karyawan swasta. Mereka bisa bekerja jarak jauh dengan dukungan berbagai gadget.
Sayangnya, pekerja informal tak semudah itu bekerja dari rumah. Pedagang kaki lima, ojek, tukang becak, buruh harian, portir stasiun, dan puluhan jenis pekerjaan lain mengharuskan kehadiran fisik pekerjanya di lapangan. Tanpa itu, upah harian tak didapat, dan ada mulut-mulut yang terancam tak mendapat makan.
Para pekerja informal itu jelas menghadapi banyak risiko dengan mencari nafkah di jalanan di tengah pandemi. Mereka berpotensi terpapar virus corona. Namun, mereka tak punya banyak pilihan—mati karena virus atau mati kelaparan?
Padahal, mayoritas mereka tak punya dana darurat. Sementara jaminan sosial dan kesehatan bisa dibilang minim. Pun, posisi mereka kini makin sulit dengan maraknya lockdown lokal.
Syukurlah, di sana-sini ada saja orang baik. Berbagai aksi solidaritas warga bermunculan untuk mengurangi beban pekerja informal yang mandek ekonominya karena corona.
Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), misalnya, membuka program “Operasi Makan Gratis Bersama 1.000 Warteg”.
Bekerja sama dengan seribu warteg di Jabodetabek, ACT mendistribusikan makanan siap santap guna membantu para pekerja informal. Ada 100 porsi makanan yang tersebar di 1.000 warteg setiap harinya.
“Tujuannya adalah pemenuhan pangan untuk keluarga prasejahtera akibat efek dari virus corona,” kata Wakil Presiden ACT Ibnu Khajar kepada kumparan, Selasa (31/3).
Menurutnya, para pekerja harian seperti ojek online, tukang sayur, petugas kebersihan, dan penjaga parkir kerap luput dari perhatian.
“Mereka nggak punya income untuk keluarganya. Nah sekarang, salah satu anggota keluarga mereka bisa datang ke warteg terdekat untuk ambil makanan, terus dibawa pulang,” kata Ibnu Khajar.
Sementara untuk ojek online yang sedang bekerja diperbolehkan untuk menyantap makanan di tempat.
Melalui program itu, masyarakat prasejahtera bisa terbantu. Sementara UMKM warteg pun dapat bertahan di tengah wabah.
Solidaritas Pangan Jogja. Foto: Solidaritas Pangan Jogja
Tak hanya di Jakarta, di daerah-daerah lain pun bermunculan aksi serupa. Salah satunya adalah Solidaritas Pangan Jogja di Yogyakarta. Mereka menyasar tukang becak, pedagang pasar, portir, tukang kopi keliling, hingga pemulung untuk dibantu.
“Mereka enggak bisa makan. Yang paling parah teman-teman pemulung, nggak bisa keluar ke mana-mana. Selain ada lockdown lokal, keluar sebentar buat mulung saja orang pada curiga dan ngusir mereka. Orang ketakutan, dikira (pemulung) nyebar virus,” ujar Raihan Ibrahim Annas, salah satu relawan Solidaritas Pangan Jogja kepada kumparan, Senin (30/3).
Solidaritas Pangan Jogja sejauh ini memiliki delapan posko dapur utama, yaitu: 1) Dapur Pasar Gamping, 2) Dapur Prawirotaman, 3) Dapur Sayegan, 4) Dapur Kampung Pemulung Wonocatur, 5) Dapur Cepokojajar Piyungan, 6) Dapur Ngadiwinatan, 7) Dapur Caturtunggal, dan 8) PRT Warungboto.
Selain digunakan sebagai tempat memasak, dapur-dapur tersebut menjadi gudang penyimpanan logistik sumbangan masyarakat. Tiap harinya, satu posko menghasilkan 100 bungkus makanan.
Mula-mula, sumbangan berbentuk uang akan dibelikan bahan-bahan makanan pokok untuk disalurkan ke posko dapur. Kemudian, makanan dimasak sendiri oleh para pemilik rumah yang menyewakan dapurnya untuk posko.
Selanjutnya, makanan siap santap akan disalurkan tim distribusi yang terdiri dari 25-30 relawan. Mereka bergerak per dua-tiga orang untuk menghindari kerumunan.
Dalam pembagian makanan, para relawan dilengkapi protokol pencegahan COVID-19, yaitu menggunakan masker, sarung tangan, dan membawa hand sanitizer.
“Kadang kami manfaatin tukang becak yang kehilangan penghasilan. Kami titip nasi 50 bungkus misal, nanti tukang becaknya yang keliling (membagikan). Tukang becaknya kami yang bayar,” kata Raihan.
Solidaritas di Tengah Wabah. Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
Selain nasi bungkus siap santap, bantuan lain seperti sembako juga sempat didistribusikan kepada para pekerja informal di Yogyakarta.
Di Yogya, ujar Raihan, pasokan bahan pangan belum terlalu sulit didapat. “Yang langka itu bukan sembakonya. Yang krisis itu bantuan untuk pekerja informal, jaminan sosial untuk mereka. Kalau mereka nggak keluar (kerja) ya mereka mati, nggak bisa makan.”
Aksi Solidaritas Pangan Jogja akan terus berlangsung hingga pandemi berakhir. Aksi itu, menurut Raihan, bukan sekadar aksi bagi-bagi nasi, tapi sekaligus bentuk kecaman kepada pemerintah yang dinilai abai terhadap rakyatnya.
“Pemerintah Jogja malah nyuruh orang tenang karena Jogja itu istimewa. Padahal pekerja informalnya tercekik di alun-alun, di pusat keramaian, karena mereka nggak bisa dapat penghasilan,” kata Raihan.
Selain solidaritas pangan, inisiatif sosial juga digagas Urban Poor Consortium (UPC) yang menggaet Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) untuk menggalang dana bantuan bagi warga miskin Jakarta melalui portal kitabisa.com.
Penggalangan dana tersebut menyasar 800 kepala keluarga yang tersebar di 19 kampung yang masuk dalam jangkauan JRMK. Ini terutama menyasar para pekerja sektor informal yang mengandalkan penghasilan harian. Bantuan yang disalurkan berupa uang tunai untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
“Selama ini kan kebanyakan ngasih sembako, padahal banyak dari mereka yang harus bayar kontrakan. Sampai hari ini juga belum jelas apakah listrik dan air itu dipotong atau enggak. Kayak gitu kan mesti (bayar) uang cash, nggak bisa dibayar pake sembako. Jadi itu pertimbangannya,” jelas Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center.
Mekanisme pembagian donasi oleh UPC dan JRMK dilakukan door to door. Uang donasi sebesar Rp 560 ribu per KK yang sudah disterilisasi dengan disinfektan dimasukkan ke dalam amplop dan dibagikan ke setiap keluarga yang terdaftar di JRMK.
Donasi tersebut diharapkan dapat menopang biaya hidup warga miskin kota selama 14 hari, yakni selama periode Tanggap Darurat Bencana COVID-19 di DKI Jakarta, 20 Maret hingga 2 April 2020.
Namun Elisa berharap donasi ini tidak menjadi suatu hal yang berkelanjutan. Sebab, idealnya pemerintah memberikan solusi struktural yang dapat membantu warga miskin untuk mampu bertahan melewati masa pandemi.
“Ini kan sebenarnya tanggung jawab negara. Yang namanya donasi itu bukan sesuatu yang struktural. Jadi hanya sementara, enggak sustainable. Harusnya ada solusi permanen,” kata dia.
Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas via telekonferensi dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Rp 405 Triliun Jaminan Sosial
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2019, jumlah pekerja informal di Indonesia mencapai 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total keseluruhan angkatan kerja.
Dan di masa pandemi ini, pemerintah harus mampu menjamin kelangsungan hidup puluhan juta warga tersebut. Terlebih para pekerja yang bergantung pada penghasilan harian, sebab merekalah yang paling terpukul oleh dampak corona.
Baru setelah memasuki minggu ketiga setelah kasus corona pertama muncul di Indonesia, Presiden Jokowi menetapkan status darurat kesehatan dengan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dana Rp 405,1 triliun juga digelontorkan untuk penanganan COVID-19.
Total anggaran tersebut akan dialokasikan ke empat hal, yaitu: 1) Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan; 2) Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial; 3) Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat; dan 4) Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Jaring Pengaman Sosial ala Jokowi. Desainer: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Presiden Jokowi menjelaskan, ada enam poin yang disiapkan pemerintah untuk membantu masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.
Pertama, dalam program keluarga harapan (PKH), jumlah keluarga penerima akan ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta, dengan besaran manfaat juga dinaikkan menjadi 25 persen. Misal, komponen ibu hamil naik dari Rp 2,4 juta menjadi Rp 3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp 3 juta per tahun, dan komponen disabilitas Rp 2,4 juta per tahun.
Kedua, kartu sembako. Pemerintah akan menaikkan jumlah penerima manfaat dari 15,2 juta menjadi 20 juta. Nilai penerima juga dinaikkan 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu, dan akan diberikan selama sembilan bulan.
Ketiga, kartu prakerja. Pemerintah akan memberikan anggaran Rp 650 ribu-Rp 1 juta per bulan kepada 5,6 juta penerima setiap bulannya.
Keempat, tarif listrik untuk bulan April-Juni digratiskan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA, sedangkan untuk 7 juta pelanggan listrik 900 VA mendapat diskon 50 persen.
Kelima, menyiapkan anggaran Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan operasi pasar.
Keenam, memberikan keringanan pembayaran kredit untuk pekerja informal dengan kredit di bawah Rp 10 miliar.
Menurut Jokowi, kebijakan tersebut akan mulai efektif per April 2020. Sayangnya, hal-hal teknis macam: 1) siapa saja yang ada di daftar penerima baru dan tambahan tersebut; 2) bagaimana distribusi bantuan; 3) bukankah bantuan tunai dan operasi pasar hanya akan menambah interaksi fisik dus meningkatkan potensi penyebaran corona; 4) apa yang terjadi apabila jumlah tersebut tak mencukupi, masih belum begitu jelas jawabannya.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran coronavirus COVID-19. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten