Menguji Pidato Jokowi Soal Utang Negara yang Diragukan Fadli Zon

9 April 2018 17:41 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pidato menggebu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dibacakan di hadapan relawan pendukungnya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/4), menyisakan banyak tafsiran. Salah satunya datang dari Waketum Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
ADVERTISEMENT
Menurut Fadli, pidato Jokowi yang menggebu itu tak lebih dari upaya meniru gaya Prabowo Subianto. Prabowo sendiri memang dikenal lantang dan berapi-api tatkala berada di panggung. Selain itu, Fadli juga menyoroti data-data yang disampaikan Jokowi yang dinilainya tak akurat.
"Pokoknya kalau itu kan sah-sah saja orang mau mengubah gayanya. Tetapi mungkin data-datanya juga harus lebih akurat. Data utang yang disampaikan Pak Jokowi juga tidak terlalu akurat termasuk mengenai pembayaran bunga. Coba diperiksa lagi," jelas Fadli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/4).
Jokowi sendiri memang menyinggung soal utang negara di dalam pidatonya. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan bahwa utang negara bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah kepresidenan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Besarnya utang negara yang saat ini berada di bawah pemerintahannya, kata dia, merupakan warisan dan konsekuensi dari pemerintahan sebelumnya.
“Saya dilantik itu utangnya sudah Rp 2700 triliun. Ya saya ngomong apa adanya, bunganya setiap tahun Rp 250 triliun, kalau empat tahun sudah tambah Rp 1000 triliun. Ngerti enggak ini? supaya ngerti, jangan dipikir saya utang segede itu, enak aja. Pokoknya isu ini kita jawab hilang ganti isu ini, isu ini kita jawab ganti isu ini,” tutur Jokowi berapi-api
Terkait dengan tudingan Fadli yang menyebut data utang yang disampaikan Jokowi tidak akurat, kumparan (kumparan.com) menelusuri data dan jejak utang tersebut.
Jokowi dan Utang yang Menderanya
Jokowi dilantik sebagai presiden ke-7 Indonesia pada 20 Oktober 2014. Kala itu Jokowi mengalahkan Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2014. Bersamaan dengan itu, Jokowi melanjutkan estafet kepemimpinan Indonesia dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
ADVERTISEMENT
Satu bulan sebelum Jokowi menjabat, tepatnya pada September 2014, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) era SBY melaporkan bahwa besarnya nilai utang pemerintah saat itu mencapai sebesar Rp 2.601,72 triliun.
Dikutip dari situs Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, angka sebesar itu berasal dari pinjaman sebanyak Rp 681,26 Triliun, serta dari sumber lainnya berupa Surat Berharga sebesar Rp 1.917,92 triliun.
Menguji pidato Jokowi soal utang. (Foto: Dok. djppr.kemenkeu.go.id )
zoom-in-whitePerbesar
Menguji pidato Jokowi soal utang. (Foto: Dok. djppr.kemenkeu.go.id )
Jika dilihat secara umum, benar bahwa pemerintahan Jokowi mewarisi utang saat jabatan Presiden berada di pundaknya. Namun, angka Rp 2.700 triliun yang disampaikannya kurang tepat. Sebab, data menunjukkan bahwa utang pemerintah saat September 2014 sebesar Rp 2.601,72 triliun. Atau lebih rendah sekitar Rp 100 triliun dari apa yang dikatakan Jokowi.
Sementara itu, terkait ucapan Jokowi yang menyebut adanya bunga sebesar Rp 250 triliun yang setiap tahunnya harus dibayar pun kurang tepat. Berdasarkan data Kemenkeu pada 2017, tampak bahwa pagu atau alokasi anggaran APBN untuk bunga utang pada tahun tersebut sebesar Rp 221,195 triliun.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, ada selisih sekitar Rp 29 triliun dari apa yang disampaikan Jokowi dengan data yang dirilis oleh Kemenkeu.
Menguji pidato Jokowi soal utang. (Foto: Dok. djppr.kemenkeu.go.id )
zoom-in-whitePerbesar
Menguji pidato Jokowi soal utang. (Foto: Dok. djppr.kemenkeu.go.id )
Menariknya, bunga utang yang harus dibayar setiap tahunnya oleh pemerintah itu selalu mengalami kenaikan. Pada 2016 misalnya, bunga utang yang dibayar pemerintah sebesar Rp 184,940 triliun. Angka itu menunjukkan terdapat kenaikan beban bunga sekitar Rp 37 triliun. Pada 2014, bunga utang itu sebesar Rp 130,95 triliun. Dalam kurun tiga tahun (2014-2017), terdapat kenaikan beban bunga utang sekitar Rp 91 triliun.
Melihat adanya kenaikan yang terus menerus, bukan tidak mungkin jika kedepannya bunga utang tersebut akan mencapai Rp 250 triliun, bahkan lebih. Meski demikian, untuk saat ini rasio utang pemerintah terhadap APBN bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan. Pada tahun 2017, rasio utang terhadap PDB (Poduk Domestik Bruto) mencapai 29,2%. Angka itu lebih kecil jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang rasio utangnya mencapai 105.40 %--melebihi APBN-nya sendiri.
ADVERTISEMENT